Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berencana menerbitkan obligasi. Dana hasil penerbitan obligasi tersebut akan digunakan untuk menutup tambahan dana penjaminan. Aksi ini dimaksudkan untuk uji coba pasar sesuai dengan mandat baru LPS.
Sekedar informasi, LPS mendapat mandat baru dalam Undang-undang Pencegahan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Mandat tersebut yaitu menyehatkan bank yang tidak dapat disehatkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan, jika bank non sistemik yang bermasalah, maka OJK dapat langsung menyerahkannya ke LPS. Nantinya, LPS bisa memberikan opsi-opsi penanganan bank bermasalah tersebut. "LPS bisa memberikan opsi-opsi apakah bank ini ditutup atau setengah ditutup setengah diselamatkan. Kami mempreteli atau memilih mana aset yang baik dan mana aset yang buruk," kata dia Jumat (9/12).
Sementara untuk bank yang sistemik, LPS harus bekerjasama dengan OJK. Tugas dari LPS adalah menyelamatkan aset sebanyak mungkin sehingga mengurangi kebutuhan dana untuk bank tersebut. Sehingga aset yang ada tidak semakin memburuk.
Halim menjelaskan, sesuai undang-undang Indonesia tak lagi menganut sistem bailout dari duit negara untuk penyelamatan bank gagal. "Dananya akan datang dari LPS. Apabila LPS kurang, LPS boleh menerbitkan obligasi," kata dia.
Halim mengatakan, saat ini kondisi perbankan masih sangat kondusif. "Sektor perbankan masih kuat, likuiditas masih aman dan well capitalize," ujar dia. Tapi saat ini, cadangan LPS baru sebesar Rp 70 triliunan. Mayoritas dana tersebut berasal dari premi penjaminan yang rutin dibayarkan bank. Nominal tersebut baru sekitar 1,4% dari total dana simpanan nasabah di perbankan.
Idealnya, dana cadangan mencapai 2,5% dari dana simpanan atau sekitar Rp 120 triliunan. "Kalau ada bank (beraset) Rp 50 triliun gagal kami masih kuat, kalau sudah di atas Rp 100 triliun ya sudah gak kuat, harus menerbitkan obligasi," ucap Halim.
Untuk itu LPS berencana untuk menerbitkan obligasi untuk uji coba. Sebab dalam Undang-undang memang tidak menyebut larangan bagi LPS untuk menerbitkan obligasi di luar waktu krisis. LPS boleh saja menerbitkan obligasi untuk mengurangi dana publik. "Jika dalam kondisi krisis kami bisa menjualnya ke Bank Indonesia," jelas Halim. LPS pun tidak menyebut berapa besar rencana penerbitan obligasi.
Rencana penerbitan obligasi ini dimaksudkan agar pasar tidak kaget. Apalagi saat ini LPS belum mengetahui berapa nilai perusahaan jika menerbitkan obligasi. Karena itu menurut Halim, penerbitan obligasi kali ini hanya untuk uji coba sebab jika harus menunggu krisis baru menerbitkan obligasi tentu akan sulit untuk terserap pasar.
Halim menambahkan ada bank-bank kecil yang memiliki rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) mepet di kisaran 12%. Saat ini kondisi bank-bank kecil memang masih baik tapi mereka menjadi tidak berani melakukan ekspansi kredit. Sebab, bila ekspansi, bank harus menambah modal. Apabila terus berlanjut maka bank bisa kalah dalam persaingan bisnis. Alhasil, keuntungan usaha semakin menipis dan terus merugi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News