Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi rupiah yang kini sedang dalam tren melemah bisa berdampak pada likuiditas valuta asing (valas) yang mengetat. Sebab, para bankir menilai permintaan kredit terhadap valas juga masih cukup tinggi.
Kondisi likuiditas valas yang mengetat sejatinya sudah tampak pada perlambatan pertumbuhan simpanan valas itu sendiri. Data Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan simpanan valas melambat dengan hanya naik 8,8% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 1.156,4 triliun per September 2023.
Adapun, laju pertumbuhan simpanan valas sudah lebih dulu melambat sejak Agustus 2023 yang hanya tumbuh 8,9% yoy. Padahal, simpanan valas di Juli 2023 masih bisa tumbuh mencapai 15% yoy.
Baca Juga: Rupiah Melemah Nyaris Sentuh Rp 16.000 Per Dolar AS, Pengusaha Kena Imbasnya
Meski demikian, Direktur Wholesale & International Banking PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Silvano Rumantir mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan monitoring dampak pelemahan rupiah ini terhadap likuiditas valas. Mengingat, tren pelemahan rupiah baru terjadi beberapa minggu ke belakang.
“Likuiditasnya sih ada, cuma lebih mahal,” ujarnya saat ditemui, Selasa (24/10).
Silvano menuturkan, saat ini pelemahan rupiah lebih banyak dipengaruhi suku bunga tinggi yang terjadi di Amerika Serikat. Oleh karenanya, ia menilai wajar jika ada rebalancing portofolio terlebih untuk dollar AS.
Hanya saja, ia optimistis dengan kondisi likuiditas yang ada saat ini. Di mana, akses-akses untuk melakukan fundraising terhadap mata uang dollar tetap terbuka.
Baca Juga: Simak Tingkat Kurs Dollar-Rupiah di Bank Mandiri Hari Ini Selasa, 24 Oktober 2023
Di sisi kredit valas sendiri, ia melihat permintaan itu tergantung industri yang memiliki kebutuhan pendanaan terhadap dollar. Saat ini, sektor hilirisasi yang menjadi salah satu yang memiliki kebutuhan tersebut. “Tapi kita mayoritas masih dalam bentuk rupiah,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Bisnis PT Bank Jtrust Indonesia Tbk (BCIC) Widjaja Hendra mengungkapkan bahwa semua perbankan saat ini mengalami hal yang sama yaitu kesulitan mendapatkan pendanaan dalam bentuk dollar AS.
“Ini masalah supply demand atas dollar AS agak timpang,” ujar Hendra.
Ia juga berpandangan bahwa saat ini ketentuan Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk menyimpan dollar AS masih belum berdampak signifikan. Sehingga, masih banyak dollar AS hasil ekspor yang tidak masuk ke Indonesia.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Lanjut Melemah pada Senin (23/10), Ini Sentimen yang Menyeretnya
Dengan kondisi seperti itu, Hendra menilai fenomena ini akan berlangsung cukup lama, setidaknya hingga separuh pertama tahun depan. Di mana, banyak sentimen internal yang turut mempengaruhi. “Misal, kenaikan suku bunga BI dan pelemahan ekonomi di beberapa negara,” ujarnya.
Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha berpandangan bahwa penguatan nilai tukar dollar AS memang terjadi secara global. Oleh karenanya, transaksi valas di Bank Mandiri tak ada perubahan perilaku nasabah.
Dari sisi importir sendiri, ia melihat kebutuhan valas masih sejalan dengan transaksi impor yang dilakukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News