Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps basis poin (bps) ke level 6%. Sejumlah bank melihat kebijakan tersebut akan berpotensi mempengaruhi kualitas aset.
Di samping itu, tantangan bank dalam menjaga kualitas aset masih cukup besar karena kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Juga relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 masih berlangsung bagi beberapa sektor hingga 2024.
Untuk mencegah pemburukan aset karena kenaikan suku bunga, sejumlah bank yang masih memiliki likuiditas longgar memilih untuk tidak serta melakukan penyesuaian bunga kredit.
PT Bank bjb misalnya, memilih berhati-hati dalam melakukan transmisi kenaikan bunga acuan BI terhadap bunga kredit BJB.
"Transmisinya kepada suku bunga kredit tidak akan langsung, karena kami akan lebih berhati-hati dalam melakukan penyesuaian suku bunga kredit agar tidak jatuh kepada pemburukan kualitas aset atau non performing loan (NPL)," ujar Direktur Utama bank bjb Yuddy Renaldi kepada kontan.co.id, Jumat (20/10).
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Lanjut Melemah pada Senin (23/10), Ini Sentimen yang Menyeretnya
Yuddy mengaku masih akan wait and see ke depan. Dia menambahkan, dampak yang akan lebih terasa ada di margin bunga bersih atau net interest margin (NIM). Karena kenaikan suku bunga simpanan tidak langsung direspons dengan penyesuaian suku bunga kredit.
"Bank perlu mengupayakan sumber-sumber pendapatan lain, utamanya yang berbasis fee based, serta efisiensi operasional, agar dapat mengimbangi atau meminimalisir tekanan yang ada dari suku bunga saat ini agar tidak jatuh ke NPL," ucap dia.
Per Juni 2023, Bank bjb mencatatkan margin bunga bersih atau NIM di level 4,8%. NIM bjb turun dari periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar 5,7%. Sementara kondisi kualitas aset bank ini terlihat belum memadai. Rasio NPL bjb naik ke level 1,2% dari 1,1% pada Juni tahun 2022.
Baca Juga: Pasar Obligasi Domestik Diproyeksi Masih Tertekan, Ini Sentimen yang Menyeretnya
Sementara Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI Royke Tumilaar menyampaikan, pihaknya belum menghitung seberapa besar potensi kenaikan NPL akibat kenaikan suku bunga. "Tapi yang perlu diperhatikan adalah sektor properti dan consumer business," kata dia.
Royke menambahkan bahwa pihaknya pasti akan melakukan penyesuaian bunga kredit seiring kenaikan suku bunga. Tetapi Royke menyebut, sebelum melakukan penyesuaian pihaknya akan melakukan review kembali terhadap kemampuan nasabah dalam menjalankan kewajibannya.
Menurutnya, penyesuaian bunga kredit di BNI tidak bisa dilakukan secara merata kepada semua debitur saat perseroan harus menaikkan suku bunga kredit. Ia bilang, penyesuaian harus memperhatikan kondisi dari masing-masing nasabah.
"Kami akan klusterkan, kalau debitur yang baik dan loyal, serta memiliki transaksi yang bagus di BNI, kami tidak akan serta merta menaikkan suku bunga kredit ke mereka. Tetapi kalau transaksinya tidak ada, hanya kredit, mungkin itu yang akan jadi pertimbangan kami untuk menaikkan bunga kreditnya. Jadi tidak semua akan kami sama ratakan, karena itu bisa menyebabkan jatuh ke NPL," kata Royke.
Rasio NPL BNI turun ke level 2,5% pada Juni 2023 dari 3,2% pada Juni tahun 2022.
Baca Juga: Intip Bankir Paling Kaya dari Kepemilikan Saham Bank yang Dipimpin
Adapun Direktur Manajemen Risiko BTN Setiyo Wibowo meengatakan, kenaikan suku bunga acuan tidak signifikan dan sudah sesuai ekspektasi. Jadi implikasi ke pemburukan kualitas aset disebut Setiyo sangat kecil. Karena bank umumnya tidak serta merta menaikkan suku bunga.
"Saat ini kualitas aset kami berada di level 3,5%, kami proyeksikan akhir tahun bisa di bawah 3,3%," imbuh dia.
SVP, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai, efek kenaikan suku bunga akan berdampak pada potensi kenaikan NPL. Kenaikan suku bunga dapat membuat konsumsi melemah dan naiknya biaya operasional perusahaan, sehingga ancaman kredit macet semakin tinggi.
"Dengan kenaikan suku bunga dan terjadi secara berkelanjutan maka akan ada pelemahan dari sisi konsumsi dan biaya bunga pinjaman juga naik, maka potensi kenaikan NPL tidak dapat dihindari," ungkap Trioksa.
Baca Juga: BI Kerek Bunga, Bunga Kredit Multifinance Tak Otomatis Naik
Hitung-hitungan potensi kenaikan NPL masih bergantung seberapa sensitif debitur kuat dari sisi cashflow ketika adanya kenaikan biaya akibat kenaikan bunga dan penurunan konsumsi dari masyarakat. Trioksa menyebut, NPL bank di Indonesia saat ini tergolong terkendali, dan bila ada kenaikan kemungkinan masih terjaga di bawah rasio yang ditetapkan regulator.
Sementara segmen yang berpotensi mencatat kenaikan NPL karena suku bunga yaitu segmen perumahan/mortgage dan turunannya seperti, segmen otomotif dan segmen industri ritel.
"Oleh karena itu yang perlu dilakukan oleh bank adalah melakukan stress test untuk melihat kemampuan cashflow debitur dengan kenaikan suku bunga dan mempersiapkan langkah-langkah pencegahan serta perbaikan seperti restrukturisasi maupun menahan untuk ekspansi kredit," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News