kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Memitigasi risiko yang muncul dari kolaborasi perbankan dan industri keuangan


Rabu, 10 November 2021 / 20:24 WIB
Memitigasi risiko yang muncul dari kolaborasi perbankan dan industri keuangan
ILUSTRASI. Seorang nasabah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. sedang mengakses layanan mobile banking Bank BTN di Jakarta, Senin (19/7/2021). Tribunnews/Jeprima


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan semakin gencar melakukan kolaborasi dengan para pelaku industri jasa keuangan untuk membentuk ekosistem. Kolaborasi memang merupakan kunci untuk bisa tumbuh pesat di tengah era digitalisasi. 

Kolaborasi dilakukan lewat penyaluran kredit secara channeling dengan fintech, kolaborasi lain lewat layanan open API dan lain-lain. Namun, tidak bisa dipungkiri kolaborasi juga bisa menimbulkan resiko bagi bank dan nasabahnya.

PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) telah mengembangkan berbagai solusi digital baik melalui channel BTN sendiri maupun integrasi direct secara B2B.  Andi Nirwoto Direktur Operasi, Teknologi Informasi dan Digital Banking BTN mengatakan, perseroan telah terhubung dengan berbagai ekosistem dan pihak ketiga melalui layanan tersebut.

Solusi tersebut diantaranya mobile banking, web e-Mitra atau integrasi dengan notaris dan kantor jasa penilai publik, digotal mortgage, Digiku, Cash Management System, API Mgt yakni menghubungkan dengan startup, fintech dan e-commerce, dan smart residence yakni layanan yang menghubungkan dengan pengembang.

Baca Juga: OJK paparkan 9 tantangan transformasi digital perbankan, begini cara antisipasinya

Dia bilang, tantangan terbesar BTN dalam melakukan kolaborasi adalah terkait kecepatan integrasi dan kesiapan masing-masing  dalam berintegrasi secara digital karena  IT readiness partners sangat beragam. 

Untuk memitigasi resiko yang muncul dari kolaborasi, BTN menggunakan standar yang berlaku sehingga memudahkan dan mempercepat time delivery, serta menggunakan pihak ke tiga bagi partner yang secara IT relatif belum siap. 

"Terkait data BTN telah menerapkan berbagai model validasi security baik secara aplikasi, prosedur maupun infrastruktur yang mengacu pada best practice  yang ada serta dikaji ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan yang ada di market," jelas Andi pada KONTAN, Rabu (10/11).

Sementara PT Bank CIMB Niaga Tbk sangat selektif dalam memilih partner dan mitra dalam melakukan kolaborasi penyaluran kredit.  Hal itu dilakukan agar kolaborasi yang dibangun saling menguntungkan kedua belah pihak dan tetap sejalan dengan prinsip Good Corporate Governance

Baca Juga: Kredit menggeliat, bank kembali nikmati pendapatan bunga bersih

Selain itu, CIMB NIaga juga selalu mengedepankan manajemen risiko pihak ketiga yang tepat guna untuk perencanaan mitigasi risiko yang lebih baik. "Itu tidak hanya mendukung aspek risiko bisnis  tetapi juga keseluruhan potensi risiko yang mungkin timbul," kata Fransiska Oei, Direktur Compliance, Corporate Affairs & Legal CIMB Niaga.

CIMB Niaga menyadari ekosistem digital merupakan industri yang banyak pengaturan. Oleh karena itu, penyesuaian pengaturan governance secara internal bank bersifat fundamental. Fransiskan bilang, pihaknya akan selalu menyeimbangkan antara aspek sinergi bisnis dengan penerapan manajemen risiko dengan tata kelola perusahaan yang sehat.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengkaji sedang meneliti dua POJK yakni POJK terkait layanan digital dan POJK manajemen risiko teknologi informasi. Dua aturan itu akan dilakukan penyesuaian untuk menjawab bagaimana perbankan menggandeng ekosistem digital.

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) menyambut positif regulasi terkait manajemen risiko yang akan dibuat regulator dalam melakukan kolaborasi dengan fintech selama ini. Perseroan hanya bekerjasama dengan fintech yang telah terdaftar di OJK.

Namun, YB Hariantono Direktur IT dan Operasi BNI mengatakan, ada resiko yang muncul selanjutnya karena ada fintech yang tidak melakukan screening terhadap nasabah-nasabah dan partner mereka.

Oleh karena itu, BNI menyambut positif regulasi terkait manajemen risiko yang akan dibuat regulator. Jika hanya individual bank saja yang melakukan manajemen risiko tidak akan selalu sempurna.

Akan selalu ada lubang masuknya risiko dari institusi lain.  "Dengan adanya POJK yang lebih ketat terhadap kewajiban KYV di fintech maka tentu akan memperbaiki mitigasi risiko di industri," pungkasnya. 

 

Selanjutnya: Bank Neo dinobatkan bank digital dengan transaksi tertinggi dalam ajang Altogether

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×