Reporter: Annisa Aninditya Wibawa |
JAKARTA. Isu resiprokal perbankan terus digulirkan. Beberapa menganggap bank asing terlalu diuntungkan di sini. Sedangkan bank milik Indonesia malah sulit untuk menginjakkan tapaknya di luar negeri.
Bank Indonesia (BI) bukan tak berusaha meminta adanya resiprokalitas. Hanya saja, ini dinilai harus mempunyai dasar yang kuat untuk menuntut hal tersebut.
"Banyak yang bilang resiprokal harus diperjuangkan. Bagaimana memperjuangkan kalau tak punya amunisi," tutur Gubernur BI Darmin Nasution, Senin, (20/5), malam.
Maka dari itu, BI membuat pengaturan kepemilikan saham bank umum melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/8/PBI/2012 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Ini adalah aturan yang mengatur kepemilikan berjenjang atau multiple license.
Darmin mengatakan bahwa ia bersyukur dengan adanya aturan tersebut. Dianggapnya bahwa sebelumnya, Indonesia tak memiliki dasar apa pun untuk berdialog, melakukan negosiasi, apalagi meminta resiprokal.
Aksi korporasi tertahan
Di luar negeri pun, selama ini Indonesia sangat ketat dibatasi untuk mengembangkan bisnisnya. Lihat saja PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) yang tak kunjung kesampaian membuka subsidiary di Malaysia. Ini karena pihak Bank Negara Malaysia (BNM) yang seakan-akan tak menepati janjinya.
Padahal saat financial act 2011 lalu, BNM menyatakan bahwa pihaknya akan memberi kebebasan bagi bank asing untuk membuka cabang dan ATM di Malaysia. Mandiri pun sudah 3 kali berkirim surat meminta 3 hal dan menagih janji untuk pembukaan subsidiary-nya. Hanya saja, pihak Malaysia ternyata belum juga mengabulkan.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) pun hampir mirip. Bank yang merupakan jagoan di Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ini ingin meluaskan jaringannya membuka cabang penuh di Singapura. Sewaktu itu, Direktur Utama BRI Sofyan Basir pernah mengakui bahwa pihak otoritas negara berlambang singa itu sudah melunak. Namun saat ini sepertinya masih ada hal yang harus diurus sehingga pembukaan cabang itu belum bisa rampung.
"Karena pengalaman kita dalam sejarah, terutama negara ASEAN yang besar, semua punya batasan. Ada Undang-Undang yang mengatur itu," ucap Darmin.
Untuk menghadapi situasi itu, BI mencoba menerapkan hal serupa dengan PBI multiple license yang menyatakan pembatasan kepemilikan tersebut. Di situ, dijelaskan bahwa bila seorang investor ingin memiliki bank diperbolehkan, tapi porsinya tak banyak.
Kemudian jika investor tersebut merupakan lembaga keuangan, boleh sedikit lebih banyak. Lalu bila lembaga keuangan tersebut merupakan bank, BI memperbolehkan porsi kepemilikan 40%. Mereka pun boleh menjadi pemegang saham mayoritas bila telah melewati periode yang terbilang sehat.
Darmin menyebut, bicara resiprokal tentu harus ada gayung bersambut. Jika tidak, tak akan terjadi dialog yang berlangsung 2 arah. "Jadi kalau mau masuk kesini nanti dulu, kita ada aturannya," ujarnya.
Lalu bagaimana resiprokalitas yang diusung tersebut berdampak terhadap hasil akuisisi Danamon oleh DBS? Lihat saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News