Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Likuiditas perbankan kerap kali menjadi sorotan menyongsong tahun 2024. Untuk memperkecil masalah tersebut, Bank Indonesia (BI) meningkatkan alokasi insentif kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) pada 2025 menjadi Rp 283 triliun.
Hal tersebut disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) akhir pekan lalu. Di mana, BI telah menggelontorkan likuiditas makroprudensial (KLM) tahun ini senilai Rp 259 triliun.
Perry mengatakan, kenaikan alokasi ini diharapkan bisa semakin banyak bank yang memanfaatkan insentif ini untuk membantu likuiditas. Secara rinci, ada 123 bank yang telah memanfaatkan insentif tersebut, di mana 49 bank mendapat insentif sebanyak 3% hingga 4% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dimiliki.
Baca Juga: Menakar Manfaat Tambahan Insentif Likuiditas Makropudensial BI Terhadap Perbankan
Meski demikian, beberapa bankir melihat insentif KLM untuk beberapa sektor tak membuat bank turut berbondong-bondong menyalurkan kredit ke sektor tersebut. Di mana, ada harapan bahwa BI bisa memberikan insentif likuiditas dengan tidak mengacu pada sektor-sektor tertentu.
Misalnya, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Royke Tumilaar mengatakan bahwa meskipun ada insentif KLM, pihaknya tak mengejar kredit ke beberapa sektor untuk mendapatkan insentif tersebut. Sebab, bank memiliki risk appetite-nya masing-masing.
Ia mencontohkan BNI yang fokus di kredit korporasi, maka penyaluran kredit ke sektor tersebut. Sementara, ia bilang untuk kredit UMKM ada bank lain yang memang ahli dan memiliki risk appetite di sektor tersebut.
“Misal sekarang insentif ke padat karya, kalau ada yang bagus ya pasti kita masuk. Misal kalau kaya tekstil tapi lagi gak baik, ya kita gak biayain,” ujar Royke kepada Kontan, belum lama ini.
Baca Juga: Berlaku Mulai Januari 2025, Sederet Sektor Ini Dapat Insentif Likuiditas dari BI
Oleh karenanya, ia berharap BI bisa memberikan insentif yang lebih secara umum. Misalnya, menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar 3%, menurutnya itu akan lebih membantu likuiditas bank.
“Percaya aja sama bank, karena bank gak akan spekulasi. Beda bank zaman dulu yang mungkin ada spekulasi untuk beli dolar,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Krom Bank Indonesia Tbk Anton Hermawan mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya juga tak optimal dalam memanfaatkan insentif tersebut. Mengingat, Krom Bank saat ini banyak berfokus untuk memberikan kredit ke ritel.
Baca Juga: Mulai Januari 2025, Sejumlah Sektor Ini Dapat Insentif Likuiditas dari BI
Ia bilang saat ini pihaknya lebih fokus untuk memenuhi kewajiban BI untuk Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM). Salah satunya dengan mempertahankan kredit UMKM yang merupakan warisan dari bank sebelum akuisisi yaitu PT Bank Bisnis Internasional Tbk.
“Sampai saat ini kita belum memanfaatkan tapi sebisa mungkin kita akan coba dapatkan itu,” ujar Anton, Selasa (3/12).
Adapun, Anton menyebutkan pihaknya akan mencoba untuk kembali menyalurkan kredit ke UMKM. Namun, itu akan menunggu terlebih dulu infrastruktur untuk bisa masuk ke sektor UMKM, di mana saat ini Krom Bank baru memiliki aplikasi kredit untuk ritel.