Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menyongsong tahun 2020, diperkirakan isu utama yang masih bakal menghantui industri perbankan berasal dari sisi kualitas kredit. Hal ini sejalan dengan kondisi ekonomi baik secara global dan domestik yang masih belum berjalan mulus.
Apalagi, merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Oktober 2019 lalu NPL gross perbankan tercatat 2,7%. Meningkat dari bulan sebelumnya yang ada di level 2,66%.
Baca Juga: Dua pekan asing catatkan net buy, ini rekomendasi analis
Hal ini pun membuat bank kecil dan menengah lebih ketat menjaga kualitas kredit guna mempertahankan atau menurunkan NPL di tahun depan.
Ambil contoh, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) yang menyatakan sejak November 2018 lalu pihaknya sudah mendorong rasio pencadangan (coverage ratio) di atas 100%.
Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha menjelaskan per November 2019 rasio NPL perseroan masih bertengger di level 3,03%. Posisi tersebut membaik dibandingkan akhir 2018 lalu yang sebesar 3,75%.
Kendati meningkat dari posisi September 2019 yang sebesar 2,89%. Ferdian menilai pihaknya memasang target cukup optimis di tahun 2020 yaitu sebesar 2,4%.
Baca Juga: Performa Banyak Perusahaan Tidak Sesuai Target, Ini Kinerja Emiten Indeks Kompas100
Untuk mencapai target tersebut, pihaknya mengaku akan lebih selektif menyalurkan kredit terutama dari sektor yang punya risiko tinggi. "Sektor terkait komoditas dan swasta akan lebih selektif," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (15/12).
Lebih lanjut, bank bersandi saham BJTM ini mengatakan untuk membawa NPL ke level yang lebih rendah, perseroan bakal melakukan peningkatan penagihan dan restrukturisasi kredit bermasalah.
Sebelumnya, Bank Jatim yang juga anggota indeks Kompas100 ini, menyebut mayoritas kredit bermasalah ada di segmen kredit korporasi dengan NPL sebesar 6,2% per November 2019, yang mayoritas berada pada sektor konstruksi.
Bukan cuma Bank Jatim saja, bank menengah lain seperti PT Bank Mayapada Internasional Tbk juga memasang target NPL di bawah 3% tahun depan.
Baca Juga: Dirut Digital Mediatama Budiasto Kusuma: Menebar Aset Di Berbagai Keranjang Investasi
Direktur Utama Bank Mayapada Haryono Tjahjarijadi bilang bahwa sesuai dengan rencana bisnis bank (RBB), pihaknya memang selalu memasang target NPL di bawah 3%.
Sementara dari sisi sektor bermasalah, Haryono menyebut pihaknya tetap menyalurkan kredit ke seluruh segmen dan sektor secara merata.
Baca Juga: Ruang penurunan bunga kredit terbuka di tahun depan
Artinya, tidak ada upaya spesifik untuk mengurangi pemberian kredit ke sektor tertentu. Tentunya, dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan lebih selektif lagi di tahun depan.
Sebagai informasi saja, rasio NPL gross Bank Mayapada per September 2019 sempat meningkat menjadi 2,72% dari periode tahun sebelumnya 1,94%. Meski begitu, NPL net tercatat turun dari 4,5% menjadi 3,86% secara tahunan per September 2019.
Setali tiga uang, PT Bank Bukopin Tbk mengaku bahwa saat ini NPL perseroan juga tidak bisa dibilang rendah. Kendati demikian, Direktur Utama Bank Bukopin Eko R. Gindo menjelaskan posisi NPL masih berada dalam batas yang ditentukan oleh pihak regulator.
Asal tahu saja, pada kuartal III 2019 lalu NPL Bukopin ada di level 5,99% meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya 5,62%. Eko menjelaskan, bahwa mayoritas NPL tersebut merupakan kredit lama dan sampai saat ini pihaknya masih berupaya untuk memperbaiki rasio tersebut.
"NPL kami sebenarnya stabil, dan dari sisi aset produktif lumayan mengalami perbaikan," ujarnya di Jakarta, Kamis (12/12) lalu. Dus, bank bersandi saham BBKP ini menyatakan bakal mendorong NPL hingga ke bawah 5% di tahun depan.
Baca Juga: Bank berlomba-lomba gelontorkan dana untuk pengembangan digital banking
Menurut Eko, di tahun depan perbankan dipastikan bakal lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Di samping itu, perseroan juga akan lebih mengarahkan penyaluran kreditnya ke segmen konsumer yang risikonya lebih terukur.
"Kami target kredit single digit 4%-5%, komersial memang flat tapi konsumer kami terus tumbuh," imbuhnya.
Sementara dari bank kecil seperti PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (Bank Sumut) menyatakan posisi NPL masih cukup tinggi.
Baca Juga: Perbankan siap gelontorkan dana jumbo untuk pengembangan digital di tahun depan
Sekretaris Perusahaan Bank Sumut Syahdan Siregar menyebut per November 2019 NPL peseroan ada di level 4,54% secara gross, dengan NPL net sebesar 1,84%. Walau terbilang tinggi, dengan beberapa upaya penyelesaian kredit bermasalah, Bank Sumut meyakini NPL pada akhir 2019 bakal bertengger di level 3,11%.
Di samping itu, pada tahun 2020 bank milik Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ini juga memasang target NPL cukup optimis yakni sebesar 3,03%.
Strateginya menurut Syahdan, dengan mendorong pertumbuhan kredit dari sektor konsumer terutama untuk kredit multi guna (KMG). "Kami juga akan menumbuhkan kredit infrastruktur daderah dan kredit program pemerintah seperti FLPP dan KUR," terangnya.
Baca Juga: Kredit diramal masih seret, bank daerah memasang target konservatif di tahun depan
Di sisi lain, PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) memandang posisi NPL perseroan akan terus berkutat di level 1,7%.
Direktur Kepatuhan BWS I Made Mudiastra bilang, kredit perseroan saat ini disumbang mayoritas dari segmen korporasi dan UMKM dengan tingkat risiko yang masih terjaga.
"Umumnya UMKM memang lebih berisiko, tapi kami sudah memitigasi risiko yang ada," jelasnya. Adapu, per November 2019 posisi NPL BWS masih terjaga rendah di 1,74%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News