kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meski belum terdampak, perbankan tetap waspadai virus corona


Senin, 10 Februari 2020 / 20:44 WIB
Meski belum terdampak, perbankan tetap waspadai virus corona
ILUSTRASI. Nasabah bertransaksi di Bank BNI Jakarta, Senin (27/1). Perbankan juga perlu mulai waspada terhadap dampak dari virus Corona./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/27/01/2020.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan juga perlu mulai waspada terhadap dampak dari virus corona. Meskipun sejauh ini beberapa bankir mengaku pembiayaan ke sektor berbasis ekspor impor masih aman dari dampak wabah itu, namun ke depan bank perlu lebih waspada karena beberapa industri lokal sudah mulai merasakan dampaknya.

Walau belum ada hitungan kerugian atas efek penurunan ekspor impor, industri dalam negeri sudah merasakan efek wabah Korona. Utamanya, pasca China mengumumkan perpanjangan libur kerja. Industri yang sudah merasakan efek langsung anatar lain eksportir kelapa sawit, karet dan batubara. Tak hanya itu, importir bahan baku makanan, buah, bawah putih hingga bahan baku farmasi.

Baca Juga: Perbankan bidik pelapak daring

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyebut permintaan ekspor kelapa sawit Indonesia ke China umumnya mencapai 5 juta ton per tahun, kini permintaan mulai turun.

Ekspor lain karet juga mulai mengerut. Dalam laporan resmi ke Kementerian Industri, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) menyebut, importir China menunda pembayaran pembelian karet karena libur sesuai kebijakan Tiongkok.

Direktur Tresuri dan Internasional Bank BNI Bob Tyasika Ananta mengatakan, dalam sepekan terakhir, pihaknya sudah melakukan penilaian terhadap beberapa sektor ekonomi atau lapangan usaha yang kemungkinan terpapar dampak negatif penyebaran virus corona yang menjalar ke perekonomian sejumlah negara yg memiliki relasi bisnis dengan Cina.

Penilaian tersebut dapat mengidentifikasi kredit yang tersalur ke beberapa sektor ekonomi seperti manufaktur, komoditas (batubara, copper, CPO), pariwisata (transportasi udara, hotel, perdagangan, restoran) dan farmasi atau kesehatan. Dengan penilaian itu maka BNI bisa melakukan langkah preemptive untuk menjaga kualitas kredit supaya NPL baru bisa dicegah dan loan at risk (LaR) bisa diturunkan.

Baca Juga: Hindari masalah soal fidusia, bunga multifinance bisa saja naik

"Sebenarnya efek virus corona terhadap ekonomi Indonesia itu minimal atau terbatas, namun kami tetap harus mencermati efeknya ke sektor perbankan yang posisinya ada di hilir. Sejauh pemantauan kami sampai saat ini, perkembangan kredit BNI masih on track," kata Bob pada Kontan.co.id, Senin (10/2).

Bob menyakini, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sudah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi efek virus corona ke perekonomian domestik.

Sementara SEVP Treasury & Global Services BRI Listiarini Dewajanti mengatakan,pihaknya masih mengkaji dampak dari virus corona terhadap pembiayaan ekspor impor perseroan. Namun, dia menyakini dampaknya tidak akan besar terhadap BRI karena kredit ekspor impor perseroan tidak besar.

"Debitur yang punya ekspor impor langsung ke China yang pasti adalah korporasi. Porsi kredit korporasi BRI tidak besar, hanya sekitar 23% dan itu pun bukan semuanya eksportir. Dari eksportir tidak semua ke China. Jadi secara keseluruhan, dampaknya ke BRI tidak akan besar," kata Listiarini.

Baca Juga: Luncurkan produk tabungan baru, Bank BTN incar dana murah Rp 1,9 triliun

Listiarini menyakini penyaluran kredit ekspor impor BRI tahun ini masih akan tetap bisa tumbuh. Namun, pertumbuhan tersebut menurutnya tidak akan besar.

Transaksi trade finance BRI mencapai US$ 69,12 miliar pada 2019 atau naik 24% YoY. Kenaikan didorong membaiknya harga beberapa komoditas yang ditransaksikan nasabah perseroan seperti pertambangan, produk kelapa sawit berserta turunannya, serta adanya peningkatan pelayanan transaksi trade finance dalam negeri (domestik) khususnya pada sektor perdagangan dan infrastruktur.

Dari trade finance, BRI membukukan fee based income Rp 1,85 triliun atau tumbuh 27% YoY. Sedangkan tahun ini, perseroan menargetkan pendapatan fee dari bisnis itu bisa mencapai Rp 2,2 triliun.

Baca Juga: Korban virus corona bertambah, rupiah kembali melemah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×