Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja industri perbankan digital lambat laun memang terus menunjukkan perbaikan. Namun, hal tersebut nyatanya tak sejalan dengan pergerakan sahamnya yang terus berada di zona merah.
Dari beberapa bank digital yang telah merilis laporan keuangan bulanan per Mei 2024, kinerjanya mulai konsisten mencatat laba. Adapun, bagi yang masih rugi, tampak adanya penyusutan kerugian.
Ambil contoh, PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR) yang mencatat laba pada Mei 2024 sebesar Rp 81 miliar. Pencapaian tersebut mengalami kenaikan dari periode sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 48,22 miliar.
Baca Juga: Masih Tinggi, Bank Digital Berupaya Tekan Beban Operasional
Berbanding terbalik, pergerakan harga AMAR justru terus merosot setidaknya jika dilihat dari awal tahun. Di mana, AMAR telah mengalami koreksi hingga 31,25% secara year to date menjadi Rp 220 per saham.
Contoh lainnya, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) yang hingga Mei 2024 konsisten mencetak laba sebesar Rp 172,4 miliar. Namun, jika dibandingkan pada tahun sebelumnya, laba bank milik CT Group ini terkoreksi sekitar 6,4% secara tahunan (YoY).
Sama halnya dengan AMAR, pergerakan harga BBHI pun juga tampak tak bertenaga. Sejak awal tahun, BBHI tercatat terkoreksi hingga 42,25% year to date. Menariknya, ada tanda-tanda BBHI bangkit dalam sepekan terakhir, di mana ada kenaikan sekitar 4,2% dan kini di level Rp 745 per saham.
Direktur Utama BBHI Indra Utoyo bilang saat ini BBHI sedang mengambil sikap yang konservatif dalam meningkatkan kredit. Dalam hal ini, Allo Bank berfokus menyalurkan kredit pada debitur yang berkualitas dan penuh kehati-hatian.
Baca Juga: Adu Balap Kenaikan Laba Bank Digital Kuartal I 2024, Sementara Bank Raya Jadi Jawara
“Agar kami mampu membukukan kinerja keuangan yang sehat secara berkelanjutan,” ujarnya kepada KONTAN, Selasa (25/6).
Di sisi lain, Indra bilang pihaknya juga terus melakukan pemantauan atas risiko kredit melalui berbagai indikator risiko. Tujuannya, untuk memastikan bahwa portofolio Allo Bank masih sejalan dengan risk appetite dan risk tolerance yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini, ia mengungkapkan bahwa ada proses monitoring risiko kredit secara kontinyu dilakukan baik di level Direksi dan Dewan Komisaris sesuai dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
Kepala Riset RHB Sekuritas Andrey Wijaya pun mengatakan bahwa saham-saham bank digital sejatinya sudah mulai layak dipantau. Alasannya, fundamental dari bank digital ini membaik seiring sudah ada penurunan kerugian yang cukup signifikan.
Namun, ia menyadari bahwa masih banyak katalis negatif yang membuat saham bank digital ini kurang bertenaga. Misalnya, risiko pemburukan kualitas kredit yang lebih besar di bank digital karena menyasar segmen ritel dan mikro.
“Katalis yang mendorong harga sahamnya untuk rally masih belum terlalu kuat,” ujar Andrey.
Baca Juga: Intip Kinerja Bisnis Perbankan Milik Taipan, Mana yang Paling Unggul?
Untuk saham bank digital, Andrey pun melihat hanya ada dua saham yang saat ini menarik untuk dicermati, antara lain PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) dan PT Bank Jago Tbk (ARTO). Menurutnya, kinerja kedua saham ini relatif lebih prudent di antara bank digital yang lain.
Seperti diketahui, BBYB per kuartal I-2024 yang lalu mampu mencatatkan kinerja impresif dengan membalikkan rugi di tahun sebelumnya menjadi untung senilai Rp 14,23 miliar. Di periode yang sama, ARTO mampu mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 24% YoY menjadi Rp 21,71 miliar.
Sementara itu, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengungkapkan bahwa bank digital yang menarik adalah mereka yang mampu memanfaatkan ekosistem yang dimiliki. Artinya, tak semua bank digital yang memiliki ekosistem disebut menarik.
Dalam hal ini, Nico mengambil contoh ARTO dengan ekosistem Goto Grup dan PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) dengan ekosistem BRI Grup. Ia bilang bahwa saat ini ARTO lebih terlihat memanfaatkan ekosistem dengan memiliki integritas yang tampak baik itu melalui Tokopedia maupun Gopay.
Baca Juga: Bank Digital Optimistis Tancap Gas Penyaluran Kredit Melalui Channeling
Sementara itu, ia melihat AGRO yang sejatinya bisa diunggulkan dengan induk usahanya, BRI, tampak belum memanfaatkan hal tersebut dengan baik. Padahal, ia menilai jika memang integrasinya terjalin maka tak akan mudah tertandingi.
“Kalau sekarang kan UMKM yang memang sudah nyaman dengan BRI ya lebih memilih menggunakan super apps Brimo dibandingkan ke Bank Raya,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News