Reporter: Adi Wikanto |
JAKARTA. Ada kabar gembira bagi investor yang sudah terjun atau mau menekuni bisnis pembiayaan sewa guna usaha di bidang ketenagalistrikan. Pemerintah memberi kelonggaran bagi investor dan manajemen perusahaan pembiayaan agar terlepas dari berbagai kewajiban, seperti yang berlaku pada multifinance pada umumnya.
Berbagai kelonggaran itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 121 Tahun 2012 tentang batasan kewajiban bagi multifinance di bidang ketenagalistrikan. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mulai mempublikasikan beleid itu per 7 Agustus 2012, tapi berlaku sejak 17 Juli 2012.
Kelonggaran itu antara lain, multifinance bidang ketenagalistrikan bisa menjalankan bisnis selain pembiayaan sewa guna usaha, asalkan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan ketenagalistrikan nasional. Pembiayaan lainnya itu harus sesuai dengan aturan tentang perusahaan pembiayaan (PMK Nomor 84 Tahun 2006), yakni pembiayaan konsumen, kartu kredit, hingga anjak piutang.
Kelonggaran lain, multifinance bidang ketenagalistrikan terbebas dari kewajiban memiliki piutang pembiayaan minimal 40% dari aset. Jumlah penyertaan modal pemegang saham yang berbentuk badan hukum tidak harus 50% dari modal sendiri. Artinya, penyertaan modal lebih bebas, bisa mencapai 100% dari modal sendiri bila perusahaan itu mampu.
Kemudian, investor yang ingin mendirikan perusahaan pembiayaan bidang ketenagalistrikan bisa menyetor modal dari dana pinjaman. Hal ini berbeda dengan multifinance pada umumnya, setoran modal harus dari dana sendiri, bukan pinjaman.
Mendorong investor
Kemudahan lain, manajemen perusahaan pembiayaan ketenagalistrikan tidak perlu mematuhi ketentuan persyaratan pinjaman subordinasi dan gearing ratio (rasio utang terhadap modal). Selama ini, multifinance wajib memenuhi rasio utang maksimal 10 kali dari modal sendiri dan pinjaman subordinasi. Selain itu, besarnya pinjaman subordinasi yang bisa diperhitungkan dalam gearing ratio hanya 50%.
Dalam aturan itu, Agus Martowardojo, Menteri Keuangan, menjelaskan, kemudahan ini untuk memperlancar proyek pembangkit listrik di berbagai daerah. Salah satunya, untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B. Merujuk pada kebijakan Tim Restrukturisasi dan Rehabilitasi PT PLN, PLTU itu membutuhkan pembiayaan dengan skema sewa guna usaha.
Wiwie Kurnia, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), menyatakan beberapa perusahaan multifinance membutuhkan kemudahan ini karena harus bersaing dengan bank. "Sekarang sudah ada multifinance yang fokus di pembiayaan bidang ketenagalistrikan, meskipun hanya beberapa," kata Wiwie.
Ia berharap, kemudahan ini mendorong investor mendirikan perusahaan multifinance bidang ketenagalistrikan. Prospek bisnis ini cerah karena Indonesia banyak memiliki proyek pembangunan pembangkit listrik. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News