Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permasalahan nasabah unit link baru-baru ini telah mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membenahi aturan mengenai asuransi, khususnya produk unit link.
OJK mengaku dalam waktu dekat akan segera merilis Surat Edaran (SE) berkaitan dengan Produk Asuransi yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) dengan amandemen-amandemen terbaru.
Kepala Departemen Pengawas IKNB 2A Ahmad Nasrullah mengatakan, OJK akan menambahkan aturan-aturan untuk memperkuat posisi konsumen.
“Sebagai contoh, nanti dokumen tidak cukup hanya dengan menandatangani selembar kertas. Di polis harus dicantumkan biaya seperti apa, manfaat dan risiko seperti apa, serta ilustrasi tidak boleh menyesatkan. Termasuk potensi kerugian harus diceritakan disitu,” ucap Ahmad secara virtual pada Jumat (28/1).
Baca Juga: Banyak Nasabah Tertipu Produk Unit Link, Ini Peringatan OJK Bagi Industri Asuransi
Selain itu, OJK juga akan mengatur tentang dana minimum awal premi yang akan digunakan untuk investasi. Menurutnya, hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan pemupukan dana nasabah yang selama ini kerap kali terpotong dengan nominal besar di awal persetujuan premi.
“Di aturan baru, harus ada dana minimal investasi yang harus di retain untuk mengembangkan dana. Kami tidak mengatur biaya maksimum, namun biaya minimum yang harus diinvestasikan. Jadi, tidak boleh ada produk yang di awal dananya habis untuk macam-macam biaya,” terangnya.
Ahmad memastikan rilisnya aturan PAYDI terbaru hanya tinggal menghitung hari saja. Dengan ini, kasus-kasus mis-selling produk Unit Link diharapkan akan bisa diminimalisir, sehingga industri asuransi menjadi sehat kembali.
OJK juga meminta agar kisruh produk asuransi unit link yang terjadi belakangan ini tidak menjadi penghambat bagi industri asuransi. Untuk itu, OJK memastikan akan melakukan penyelesaian terhadap masalah unit link secara selektif.
Hal ini sejalan dengan beberapa nasabah asuransi yang melakukan protes kepada OJK karena merasa tertipu oleh produk unit-link. OJK dan DPR saat ini telah melakukan mediasi dengan perusahaan asuransi dan nasabah namun belum mencapai kesepakatan hingga saat ini.