Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang melanda Indonesia, turut berdampak pada industri perbankan syariah. Rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) industri perbankan syariah, melesat pesat.
Per Juni 2015, NPF perbankan syariah mendekati ambang batas aman 5%. Per Juni 2015, NPF perbankan syariah menembus level 4,73%. Angka ini tumbuh 0,83% dibandingkan dengan NPF perbankan syariah periode yang sama tahun 2014 kemarin yang sebesar 3,90%.
NPF industri perbankan syariah juga naik 0,40% dibandingkan akhir tahun 2014 yang berada di posisi 4,33%. Jika ditilik dari pembiayaan non lancar yang disalurkan perbankan syariah berdasarkan sektor, paling tinggi peningkatannya adalah sektor selain Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Sektor ini menyumbang 57% terhadap pembiayaan non lancar yang disalurkan perbankan syariah sebesar Rp 9,7 triliun atau setara dengan Rp 5,55 triliun. Sedangkan sektor UKM menyumbang 42,78% pembiayaan non lancar perbankan syariah atau setara dengan Rp 4,15 triliun.
Sementara itu, dilihat berdasarkan penggunaan, maka pembiayaan non lancar perbankan syariah utamanya disumbang oleh pembiayaan modal kerja. Sektor modal kerja menyumbang pembiayaan bermasalah sebesar 50,20% dari total pembiayaan bermasalah perbankan syariah yang mencapai Rp 9,7 triliun atau setara dengan Rp 4,87 triliun.
Sedangkan sektor investasi menyumbang 25,87% porsi pembiayaan bermasalah atau setara dengan Rp 2,51 triliun. Sementara itu, sektor konsumsi menyumbang rasio pembiayaan bermasalah sebesar 23,81% atau setara dengan Rp 2,31 triliun.
Sementara itu, berdasarkan sektor ekonomi, pembiayaan jasa dunia usaha menyumbang pembiayaan bermasalah paling tinggi, mencapai Rp 2,06 triliun. Sumbangan NPF terbesar kedua adalah dari perdagangan, restoran dan hotel yang mencapai Rp 1,77 triliun.
Sektor ekonomi pengangkutan, pergudangan dan komunikasi, menyumbang pembiayaan bermasalah mencapai Rp 1 triliun. Sektor ekonomi perindustrian menyumbang NPF sebesar Rp 781 miliar, sementara sektor konstruksi menyumbang pembiayaan bermasalah mencapai Rp 773 miliar.
Sektor ekonomi jasa sosial masyarakat menyumbang pembiayaan bermasalah mencapai Rp 634 miliar sedangkan sektor ekonomi pertambangan menyumbang NPF sebesar Rp 550 miliar. Sektor ekonomi pertanian, kehutanan dan sarana pertanian, menyumbang pembiayaan bermasalah mencapai Rp 486 miliar sementara sektor ekonomi air, listrik dan gas menyumbang NPF bermasalah sebesar Rp 351 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News