Reporter: Ferry Saputra | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat Non Performing Financing (NPF) gross Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater perusahaan pembiayaan meningkat per November 2024.
Tercatat, NPF BNPL perusahaan pembiayaan mengalami kenaikan dari 2,76% per Oktober 2024 menjadi 2,92% per November 2024.
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menyampaikan kenaikan NPF BNPL utamanya tak terlepas dari kondisi keuangan nasabah kelas menengah ke bawah yang memang tengah dihadapkan kondisi ekonomi yang sulit. Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengatakan pelemahan daya beli dan maraknya pemutusan hubungan kerja pada tahun lalu turut menjadi penyumbang utama keuangan nasabah terganggu.
"Mereka otomatis tak punya pendapatan atau mengalokasikan uangnya untuk hal lain, yang akhirnya menjadi gagal bayar," ujarnya kepada Kontan, Kamis (16/1).
Baca Juga: Generasi Milenial Dominasi Pengguna BNPL di Indonesia, Capai 48,27% per November 2024
Suwandi tak memungkiri apabila kondisi pelemahan daya beli dan pemutusan hubungan kerja masih terjadi kemungkinan bisa membuat tingkat kredit macet BNPL meningkat ke depannya.
Selain itu, dia bilang kurangnya pertimbangan nasabah dalam menyicil suatu barang lewat layanan BNPL juga menjadi faktor peningkatan kredit macet. Sebab, nasabah BNPL, khususnya anak muda, biasanya akan berpikir harus mendapatkan barang yang diinginkan terlebih dahulu dan baru memikirkan pembayaran setelahnya.
"Padahal harus memikirkan juga pelunasannya. Fenomena itu juga saya rasa banyak terjadi," tuturnya.
Baca Juga: Kredit Macet Paylater Terus Meningkat, Ini Pemicunya
Untuk mengantisipasi tingkat NPF kembali meningkat, Suwandi bilang perusahaan pembiayaan juga harus menggencarkan edukasi terkait penggunaan BNPL kepada masyarakat. Dia menjelaskan bahwa membeli atau menyicil suatu barang itu wajib untuk dibayar atau dilunasi.
"Jangan lupa dibayar utangnya. Kalau berutang itu tidak boleh ditinggalkan, tentu harus dilunasi," katanya.
Suwandi menyampaikan apabila nasabah tak membayarkan utangnya, tentu akan ada efek domino. Ujung-ujungnya nasabah tersebut bisa masuk daftar hitam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), kemudian akan makin sulit untuk memproses pinjaman atau pengajuan kredit ke depannya.
Selanjutnya: Dulunya Seorang Penyusup, Trump Kembali ke Gedung Putih dengan Kekuatan Lebih Besar
Menarik Dibaca: OYO Catat Jakarta Jadi Destinasi Liburan Terpopuler Selama Perayaan Tahun Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News