Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Di tengah kondisi non-performing loan (NPL) perbankan yang melandai di Juni 2025, tampaknya beberapa perbankan swasta juga menurunkan biaya pencadangan atau biaya provisinya.
Menilik catatan OJK, NPL gross industri perbankan berada di level 2,22% per Juni 2025. Nilai ini menurun dibandingkan NPL Gross pada Juni 2024 lalu yang di level 2,26%. Pada periode yang sama, rasio loan at risk (LaR) perbankan juga turun menjadi 9,73%, bila dibandingkan LaR Juni tahun 2024 lalu yang 10,51%.
Pun rasio juga mengalami penurunan jika dilihat secara bulanan. Pada Mei 2025, rasio NPL Gross berada di level 2,29% atau 7 basis poin (bps) lebih tinggi ketimbang Juni. Sedangkan rasio LaR pada Mei 2025 juga berada di 9,93% atau 20 bps di atas rasio LaR bulan Juni.
Di kalangan bank-bank swasta tanah air, PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) salah satu yang tercatat menurunkan biaya pencadangannya di akhir kuartal-II 2025 ini. Melansir laporan keuangan, biaya pencadangan Maybank Indonesia berhasil dipangkas 46,2% year-on-year (YoY), dari yang mulanya Rp 914 miliar menjadi Rp 492 miliar per Juni 2025.
Baca Juga: Jaga Kualitas Kredit, Perbankan Bisa Kurangi Biaya Pencadangan
Presiden Direktur Maybank Indonesia Steffano Ridwan menyampaikan bahwa perbaikan ini sejalan dengan kualitas portfolio bank yang turut membaik. Jika dilihat kredit bermasalah atau rasio NPL gross Maybank Indonesia membaik dari 2,66% menjadi 2,35%, sedangkan NPL net membaik dari 1,7% menjadi 1,5%. Selain itu, penurunan biaya pencadangan ini juga didukung akan adanya hapus buku kredit yang dilakukan bank.
“Memang secara over all ada perbaikan di portfolio quality bank. NPL gross turun ke 2,35% dari tahun lalu di 2,66%. Selain itu memang ada juga hapus buku beberapa nasabah write off,” kata Steffano kepada Kontan, Senin (18/8/2025).
Steffano menegaskan bahwa ke depan, Maybank Indonesia akan senantiasa untuk mencegah pemburukan kualitas portfolio. Salah satu strateginya adalah dengan fokus kepada segmen dan industri yang sesuai dengan kriteria dan risk apetite bank.
“Lalu strategi kedua dengan melakukan proactive portfolio quality monitoring and management untuk existing customers, tentunya kami berharap hasilnya bagi NPL dan biaya provisi bisa mencapai level yang paling optimal,” tambah dia.
Selain itu, ada pula bank swasta lain yang turut mencatatkan penurunan biaya pencadangannya. Sebut saja PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA). Menilik laporan keuangan CIMB Niaga, dicatatkan bahwa bank telah menurunkan biaya provisi sebesar 35,3% YoY di Juni 2025.
Per bulan Juni 2025, biaya pencadangan CIMB Niaga dicatat Rp 565,8 miliar. Ini menurun signifikan ketimbang biaya pencadangan periode Juni 2024 lalu yang sebesar Rp 874,4 miliar.
Senada, Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan juga mengatakan bahwa kinerja ini sejalan dengan kualitas aset CIMB Niaga yang membaik. Untuk diketahui, rasio NPL gross CIMB Niaga menurun, dari yang sebelumnya 2,15% per Juni 2024 kini menjadi 1,88% per Juni 2025.
“Karena asset quality yang baik. NPL kami di 1.88% di mana seluruh biz lines asset quality sehat. Guidance NPL sampai akhir tahun di bawah 2%, jadi tetap sehat,” kata Lani.
Mengenai proyeksi ke depan, dia menyampaikan bahwa saat ini biaya pencadangan di CIMB Niaga sudah berada di tahap stabil. Sehingga, dia memproyeksinya hingga akhir tahun 2025, bank berencana tidak melakukan banyak penurunan biaya pencadangan lagi.
“Saya rasa sudah stabil. Kami tidak memproyeksikan banyak penurunan lagi,” tandasnya.
Baca Juga: Biaya Pencadangan Bank-Bank Nasional Turun Saat Risiko Kredit Menurun
Pengamat Perbankan Moch Amin Nurdin menyampaikan jika tren penurunan biaya pencadangan di bank-bank swasta ini selaras dengan portofolio pendapatan maupun net interest margin (NIM) yang sedang membaik.
“Kinerja bank-bank swasta sekalipun KBMI 3, mereka cenderung secara pendapatan maupun NIM itu lebih bagus,” kata Amin.
“Sebenarnya salah satu indikator adanya kualitas kredit yang bagus, ya biaya provisinya terus turun. Itu menandakan kan tidak banyak kemudian kredit-kredit yang bermasalah yang turun menjadi NPL, sehingga diperlukan pembentukan CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) yang lebih besar,” tambahnya.
Kendati demikian, Amin memproyeksi tren penurunan biaya pencadangan perbankan ini masih sulit berlanjut secara signifikan hingga akhir tahun. Kecuali, bila kualitas perbaikan kredit dilakukan dengan optimal di kuartal-III 2025, maka bisa saja akan memberikan dampak lebih pada penurunan biaya pencadangan perbankan di akhir tahun 2025.
Selanjutnya: Kredit Macet Sejumlah Perbankan Syariah Meningkat di Semester I-2025
Menarik Dibaca: Usai Pesta HUT ke-80 RI, DLH Jakarta Angkut 79 Ton Sampah dari Monas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News