Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
"Untuk mengantisipasi resiko kredit, kami sudah mengalokasikan total CKPN yang sangat memadai dimana NPL Coverage lebih dari 250%. Sementara rasio LAR Coverage total berada pada lebih dari 41%," ungkap Agus.
Adapun PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) telah mencatatkan penurunan outstanding restrukturisasi Covid-19 sebesar 5,9% dari akhir 2021 menjadi Rp 37,87 triliun pada Mei 2022.
Menurut Elisabeth Novie Riswanti, Direktur Assets Management BTN, penurunan itu lebih dikarenakan debitur sudah kembali pulih dan sudah melakukan pembayaran secara rutin sesuai kewajibannya.
Hingga Mei, kredit restrukturisasi Covid-19 yang bergeser dari status lancar ke NPL mencapai Rp 554 miliar, baik dari segmen konsumer, komersial, maupun UMKM.
BTN telah melakukan asesmen secara berkala terhadap debitur restrukturisasi tersebut sehingga perseroan bisa memetakan kemungkinan kredit yang akan bergeser ke NPL dan mengantisipasi risikonya dengan pembentukan pencadangan.
Baca Juga: Ada Aksi Korporasi, Modal Inti Bank Resona Perdana Naik di Atas Rp 5 Triliun
Novie mengungkapkan, sekitar 4%-5% dari outstanding restrukturisasi Covid-19 masuk kategori high risk. Namun, BTN sudah mengalokasikan pencadangan Rp 3,3 triliun untuk mengantisipasi resiko jika jadi NPL.
Ia bilang, evaluasi dan monitoring terhadap asesmen debitur maupun kecukupan pencadangannya akan terus dilakukan sampai dengan tahun 2023 sampai kebijakan restrukturisasi Covid-19 akan berakhir.
Sedangkan Bank Mandiri mencatat outstanding restrukturisasi sudah turun ke bawah Rp 60 triliun hingga Mei 2022. Namun, Siddik Badruddin Direktur Manajemen Resiko Bank Mandiri tidak merinci berapa yang sudah jatuh ke NPL menunggu paparan kinerja kuartal II.
Namun berdasarkan laporan perseroan pada akhir 2021 lalu, angka tersebut sudah turun banyak. Per Desember tahun lalu, restrukturisasi Covid-19 Bank Mandiri secara bank only mencapai Rp 69,7 triliun dan secara konsolidasi Rp 88 triliun.