Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai jatuh tempo obligasi korporasi badan usaha milik negara (BUMN) pada tahun ini terbilang besar.
Berdasarkan data dari Pefindo yang diperoleh Kontan, total nilai obligasi korporasi BUMN yang akan jatuh tempo sepanjang 2025 mencapai Rp 66,12 triliun.
Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, beban jatuh tempo terbesar terjadi pada semester II-2025.
Baca Juga: Pefindo Kantongi Mandat Obligasi BUMN Sebesar Rp 11,15 Triliun di Sisa 2025
Di antaranya berasal dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 6,15 triliun, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau SMI sebesar Rp 5,56 triliun, serta PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF sebesar Rp 1,59 triliun.
Namun, pasar kini mulai mencermati ulang risiko investasi pada surat utang BUMN, menyusul terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN yang disahkan pada 24 Februari 2025.
UU ini menyatakan bahwa keuangan Danantara dan BUMN tidak lagi menjadi bagian dari keuangan negara.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Rizal Taufikurahman mengatakan bahwa pembentukan Danantara sebagai entitas baru telah mengubah persepsi risiko investor terhadap obligasi BUMN.
“Jika sebelumnya obligasi BUMN dianggap memiliki jaminan implisit dari negara, kini investor melihatnya sebagai entitas bisnis murni, bukan lagi perpanjangan tangan fiskal pemerintah,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (21/7).
Baca Juga: 80% Utang Jatuh Tempo Berdominasi Rupiah, Pefindo Sebut Risiko Masih Terkendali
Menurut Rizal, perubahan ini dapat meningkatkan premi risiko, terutama bagi BUMN yang sedang dalam proses restrukturisasi atau memiliki rasio utang tinggi (leverage).
Senada, Head of Investment Specialist Sinarmas Asset Management, Domingus Sinarta Ginting menilai bahwa persepsi risiko investor kini akan sangat tergantung pada fundamental masing-masing emiten pelat merah.
“Mulai dari kinerja keuangan, struktur utang, hingga kemampuan pembayaran menjadi faktor utama yang diperhitungkan,” jelasnya.
Domingus menambahkan, investor akan lebih selektif dan memperhatikan peringkat kredit dari lembaga pemeringkat, yang kini lebih mencerminkan risiko mandiri (stand-alone risk) masing-masing BUMN.
Di sisi lain, arah kebijakan Danantara sebagai pemegang saham juga akan menjadi sentimen penting.
Termasuk bagaimana dukungan strategis maupun finansial yang akan diberikan kepada BUMN-BUMN tersebut ke depan.
Selanjutnya: Aslindo Berharap LKM Bisa Bersinergi dengan Kopdes Merah Putih
Menarik Dibaca: Sisa 11 Hari Lagi, Tiket Diskon Kereta Api Sudah Terjual 89%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News