Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bunga perbankan yang tinggi telah membuat permintaan kredit kalah pamor dengan surat utang. Hal tersebut tercermin dari langkah korporasi yang lebih banyak menerbitkan surat utang dibandingkan mengambil kredit.
Berdasarkan data Pefindo, penerbitan surat utang korporasi di semester I/2025 paling banyak digunakan untuk modal kerja atau setara dengan 56,26%. Adapun, porsi tersebut meningkat dari periode sama tahun sebelumnya yang hanya sekitar 38,61%.
Sejalan dengan itu, pertumbuhan kredit perbankan yang digunakan untuk modal kerja juga terus melambat. Sebagai gambaran, per Juni 2025, kredit modal kerja hanya tumbuh 4,45% YoY. Sementara di Desember 2024 masih tumbuh tinggi sekitar 8,35% YoY.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan tren tersebut memang mengindikasikan adanya pergeseran preferensi korporasi dari pinjaman bank menuju pasar modal.
Baca Juga: Biaya Overhead Perbankan Mulai Menunjukkan Penurunan
Ia bilang beberapa faktor mendasari fenomena ini, terutama terkait tingkat suku bunga, ketersediaan likuiditas, dan strategi penyaluran kredit oleh perbankan.
Ambil contoh terkait suku bunga, ia bilang penerbitan obligasi menjadi opsi yang lebih menarik bagi korporasi. Dalam hal ini, tingkat bunga obligasi cenderung lebih kompetitif dibandingkan bunga kredit perbankan yang masih bertahan tinggi.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) per Juni 2025, suku bunga kredit perbankan masih relatif tinggi di level 9,16%, tidak jauh berbeda dengan bulan sebelumnya di level 9,18%.
Sementara, untuk perusahaan-perusahaan dengan rating AAA dan AA masih bisa memberikan imbal hasil surat utang sekitar 7% hingga 8% untuk tenor 5 tahun.
“Situasi ini membuat biaya dana melalui penerbitan obligasi menjadi lebih efisien dibandingkan pinjaman bank,” ujar Josua.
Sementara itu, analis Pefindo Danan Dito bilang korporasi saat ini lebih mau memanfaatkan tren penurunan suku bunga yang pada akhirnya memilih masuk ke pasar obligasi. Dalam hal ini, ia melihat pinjaman bank, meskipun prosesnya lebih cepat biasanya lebih jangka pendek dan bunga fluktuatif.
Di sisi lain, ia melihat perbankan secara umum, memang sedang lebih konservatif dalam proyeksi pertumbuhan kredit. Ia dikarenakan keadaan makro ekonomi yang masih penuh tantangan.
Baca Juga: Cermati Bunga Deposito Bank Digital Terbaru Usai BI Rate Dipangkas Jadi 5,25%
“Perbankan juga jadi lebih selektif,” ujar Dito.
Hanya saja, Dito menegaskan bahwa ini bukan berarti pinjaman dari bank bakal ditinggalkan oleh korporasi. Meskipun, pertumbuhan kredit untuk saat ini memang tidak akan setinggi tahun-tahun sebelumnya.
“Pertumbuhan masih single digit, kisaran 5% hingga 7% untuk kredit perbankan,” ujar Dito.
Executive Vice President Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn berpendapat bahwa secara umum, korporasi akan lebih aktif menggalang pendanaan melalui pasar obligasi ketika suku bunga berada di tingkat yang relatif rendah.
“Kami mencermati korporasi tetap memerlukan pembiayaan melalui perbankan dari waktu ke waktu,” ujarnya Hera.
Baca Juga: BRI Catatkan Volume Transaksi AgenBRILink Capai Rp 843 Triliun pada Semester II-2025
Per Maret 2025, BCA mencatat kredit modal kerja mencapai Rp 421,5 triliun. Capaian tersebut masih tumbuh sebesar 9,4% YoY dan Hera melihat tren penyaluran kredit akan sejalan dengan kondisi perekonomian.
Di sisi lain, dengan likuiditas yang memadai, Hera optimistis BCA akan senantiasa mendukung pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit ke berbagai segmen dan sektor, dengan tetap mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang disiplin.
“Kami berharap pertumbuhan kredit di 2025, termasuk kredit modal kerja, masih akan mencatatkan pertumbuhan positif,” tandasnya.
Selanjutnya: Duel Penuh Gengsi, Ini Line Up Timnas U23 Indonesia Lawan Malaysia di Piala AFF 2025
Menarik Dibaca: 4 Cara Mencairkan Maskara yang Kering dengan Mudah, Jangan Langsung Dibuang!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News