Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir-akhir ini, sektor financial technology (fintech) akrab dengan istilah efisiensi yang berdampak pada aksi PHK besar-besaran. Kondisi rugi pun menjadi salah satu alasan.
Kinerja keuangan yang masih rugi pun juga dialami oleh mayoritas pemain di fintech P2P lending. Bahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat masih ada 60,8% perusahaan yang rugi pada periode September 2022.
“Namun, angka profitabilitas tersebut terus membaik dibanding akhir tahun lalu yang merugi mencapai 68,0% penyelenggara,” ujar Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang W Budiawan kepada KONTAN, belum lama ini.
Bambang bilang pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap tingkat profitabilitas para penyelenggara fintech P2P lending dan menyadari perlu adanya perbaikan kesehatan keuangan.
Baca Juga: Ketua SWI Beberkan Ciri-ciri Investasi Ilegal, Apa Saja?
Dalam rangka penilaian kesehatan, Bambang menyebut OJK saat ini sedang menyusun regulasi yang berkaitan dengan langkah perbaikan guna meningkatkan kinerja kesehatan P2P lending.
“Industri masih relatif muda dibandingkan dengan IKNB lainnya. Harus ada keseimbangan antara pengembangan dengan penguatan,” jelasnya.
Adapun, salah satu yang menurutnya perlu ditingkatkan ialah terkait permodalan. Hal ini juga seiring dengan pemenuhan minimum ekuitas sesuai POJK 10/2022.
“Industri P2P lending, kami prediksi masih dapat bertumbuh walaupun pertumbuhannya cenderung melambat,” imbuhnya.
PT Finansial Integrasi Teknologi (Pinjam Modal) menjadi salah satu yang masih mencatat kerugian hingga akhir 2021 lalu. Dimana, perusahaan membukukan rugi senilai Rp 4,7 miliar.
Chief Operating Officer Pinjam Modal Agus Gozali menjelaskan bahwa nilai kerugian tersebut semakin mengecil karena bisnis model semakin jelas untuk memberikan pendanaan kepada sektor produktif khususnya untuk pendanaan inventory fast moving seperti Fast Moving Consumer Group (FMCG).
Meski demikian, Di akhir tahun 2022, ia memproyeksikan secara laporan laba rugi, laba Pinjam Modal masih rugi sekitar Rp 1,5 miliar hingga Rp 2 miliar.
Ia pun menyadari bahwa yang menghambat untuk meraih keuntungan ialah terkait beban operasional. Oleh karenanya, ia menyebut telah mengontrol beban operasional dengan melakukan efisiensi.
“Tantangan nya adalah bagaimana produk kita tetap bisa kompetisi dengan kompetitor P2P lending lainnya,” pungkasnya.
Baca Juga: Jumlah Pengaduan Melonjak, Ini Masalah Paling Banyak di Fintech Lending
Sementara itu, Chief Executive Officer Akseleran Ivan Nikolas bilang bahwa platformnya telah keluar dari jerat kerugian di semester dua ini, namun ia enggan menyebut nominalnya. Sebagai informasi, pada 2021, Akseleran mencatat rugi bersih senilai Rp 9,4 miliar. Beban terbesar berasal dari gaji karyawan yang senilai Rp 28,2 miliar.
“Tapi kami tidak melakukan efisiensi, karena kami dari awal memang hati-hati sekali,” ujarnya.
Adapun, Ivan menyebut yang dilakukan pihaknya untuk meraup untung pada tahun ini ialah dengan memperbanyak lendir baik itu ritel maupun konstitusi. Harapannya, cost of fund turun.
“Cost of fund bisa turun dan kami bisa mendapatkan free lebih besar,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News