Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan sejumlah tantangan yang masih dihadapi industri keuangan syariah.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan secara rinci, tantangan dari industri perbankan syariah adalah diferensiasi model bisnis yang belum kompetitif.
"Selain itu, pandangan masyarakat juga masih menganggap bahwa produk perbankan syariah belum memiliki diferensiasi model bisnis dengan bank umum," ungkapnya dalam acara Ijtima Sanawi 2025 di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).
Oleh karena itu, Mirza menerangkan OJK menyusun roadmap pengembangan dan penguatan perbankan syariah periode 2023-2027 sebagai bentuk komitmen dalam pengembangan perbankan syariah. Salah satunya dengan penguatan karakteristik syariah sebagai bentuk diferensiasi model bisnis perbankan syariah dalam rangka penguatan karakteristik perbankan syariah.
Baca Juga: OJK Ungkap Sejumlah Tantangan untuk Dorong Kinerja Industri Keuangan Syariah
OJK juga sudah menyusun beberapa pedoman produk, serta mengembangkan produk-produk yang memiliki karakteristik syariah, seperti produk cash for coupling deposit yang menghubungkan sisi komersial dan sosial bank syariah lain. Mirza menyebut OJK juga sedang mengembangkan produk investasi di perbankan syariah sebagai salah satu instrumen alternatif bagi para investor.
"Diharapkan, adanya produk-produk baru yang inovatif itu mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pangsa pasar syariah," tuturnya.
Selajutnya, Mirza menyampaikan tantangan yang dihadapi pasar modal syariah adalah aspek literasi dan inklusi yang masih rendah. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, literasi pasar modal syariah baru sebesar 4,5%, sedangkan inklusi pasar modal syariah baru 0,2%.
Untuk mendorong literasi dan inklusi pasar modal syariah, Mirza bilang OJK secara rutin mengadakan kolaborasi dalam pelaksanaan sosialisasi, serta training for trainers di bidang pasar modal syariah, terutama dalam rangka mendorong pendalaman pasar modal syariah. Dia juga mengatakan OJK saat ini sedang memperluas insentif dalam penerbitan instrumen yang berlandasan keberlanjutan.
Dari sisi industri Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) syariah, OJK menerangkan tantangan yang dihadapi paling signifikan adalah rendahnya literasi pemahaman akad, mekanisme tabaru, serta manfaat produk sehingga membuat masyarakat enggan berpartisipasi.
"Selain itu, variasi produk PPDP syariah masih minim dan kurang kompetitif, dibandingkan konvensional," ujarnya.
Untuk menjawab tantangan PPDP syariah, Mirza menerangkan OJK telah menetapkan salah satu program strategis penguatan literasi dan inklusi, serta perlindungan konsumen dalam fase peta jalan pengembangan dan penguatan perasuransian dan peta jalan pengembangan dan penguatan dana pensiun. Selain itu, OJK juga menetapkan peningkatan literasi keuangan syariah sebagai salah satu indikator kinerja utama.
Tantangan lain pengembangan di PPDP, yaitu skala pasar dan kapasitas perusahaan yang relatif kecil sehingga menjadi penghalang inovasi dan investasi. Untuk mengatasi tantangan itu, Mirza mengatakan OJK telah menerbitkan POJK Nomor 11 Tahun 2023 tentang pemisahan unit usaha syariah perasuransian dan reasuransi yang ditargetkan selesai 2026, serta POJK Nomor 10 Tahun 2023 tentang pemisahan unit syariah perusahaan penjaminan yang ditargetkan selesai pada 2031.
Baca Juga: OJK Susun Sejumlah Rancangan SEOJK di Bidang Sektor Jasa Keuangan Syariah
OJK berharap apabila konsolidasi dan spin-off selesai, industri asuransi syariah akan mengalami pertumbuhan lebih baik dan penguatan posisi di pasar.
Sementara itu, Mirza mengatakan tantangan yang dihadapi industri Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Syariah adalah aspek sumber daya manusia, produk, dan pendanaan. Dia bilang kesenjangan kompetensi sumber daya manusia baik dari segi kualitas maupun distribusi berdampak terhadap operasional industri PVML Syariah.
Selain itu, produk syariah yang ditawarkan juga sebagian besar masih meniru model konvensional, sehingga kurang kompetitif dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Lebih lanjut, Mirza menyampaikan keterbatasan sumber pendanaan murah membuat biaya modal atau cost of fund relatif lebih tinggi, sehingga menghambat pertumbuhan daya saing dan pemanfaatan potensi besar industri PVML syariah.
"Dengan demikian, industri PVML Syariah ke depannya perlu mengusung strategi pendekatan intensifikasi dan ekstensifikasi, yaitu memperluas jangkauan layanan wilayah atau segmen baru yang diharapkan memperluas akses masyarakat, memperkuat inklusi keuangan, serta membuka peluang diversifikasi pendanaan," katanya.
Untuk Industri Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD), Mirza menerangkan tantangan utama yang dihadapi berupa kecepatan inovasi yang melampaui kesiapan regulasi. Dengan demikian, menuntut kebijakan yang berbasis risiko adaptif dan kolaboratif.
Selain itu, adanya isu keamanan siber dan perlindungan data pribadi menjadi penting, seiring meningkatnya aktivitas digital. Oleh karena itu, dia bilang diperlukan standar pengamanan dan mekanisme yang lebih kuat.
Tantangan lainnya, yakni belum adanya fatwa terbaru mengenai kripto syariah sehingga menimbulkan kebutuhan uji coba dan kajian bersama Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Upaya itu ditujukan agar inovasi berbasis blockchain dan tokenisasi memiliki kepastian hukum syariah. Oleh karena itu, pengambangan sektor IAKD difokuskan pada beberapa langkah utama, salah satunya memperkuat regulatory sandbox atau tempat pengujian produk baru sebagai jembatan antara inovasi dan kepatuhan syariah.
"Sehingga, menguji coba model bisnis terbaru berbasis tokenisasi aset real, seperti tokenisasi emas," ungkapnya
Selain itu, Mirza menyebut perlu adanya implementasi roadmap dan pengembangan innovation hub berbasis pentahelix, termasuk pengembangan national regional sandbox, serta standar open finance yang mendukung integrasi data dan perlindungan konsumen.
Lebih lanjut, Mirza menerangkan tantangan yang saat ini dihadapi di bidang perlindungan konsumen syariah adalah keterbatasan akses, penawaran, dan daya saing produk. Selain itu, adanya mispersepsi terhadap keuangan syariah, serta fitur produk atau layanan keuangan syariah yang kurang kompetitif. Ditambah, perkembangan digital yang pesat juga memunculkan risiko dan membuka ruang untuk kejahatan keuangan ilegal maupun penipuan di sektor jasa keuangan syariah.
Merespons hal tersebut, Mirza menyampaikan OJK senantiasa mengupayakan beragam upaya kolaboratif melalui gerakan nasional cerdas keuangan yang terkait edukasi, kolaborasi dengan Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) untuk penindakan, dan kolaborasi dengan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) terkait pengembangan akses keuangan.
Selanjutnya: Erdogan Bertemu Trump, Turkish Airline Bakal Membeli 225 Pesawat Boeing
Menarik Dibaca: Pasar Hindari Risiko, Avalanche Menghuni Top Losers, OKB Jadi Top gainers
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News