Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi untuk mendorong kinerja industri keuangan syariah.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menerangkan salah satu tantangannya, yakni inklusi keuangan syariah yang masih belum optimal.
Mahendra bilang, tingkat inklusi keuangan syariah menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 sebesar 12,88%, sedangkan tingkat literasi keuangan syariah mencapai 39,11%.
Terkait adanya tantangan itu, Mahendra menyampaikan OJK berkomitmen untuk makin meningkatkan akses keuangan syariah di masyarakat melalui berbagai program yang berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan keuangan syariah. Menurutnya, peningkatan inklusi keuangan syariah secara cepat dan merata sangat penting dilakukan.
“Kami meminta jajaran Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dan semua stakeholder untuk menjadikan hal itu tantangan. Jangan sampai yang sudah baik dalam literasinya itu karena ketidakadaan aksesnya itu menjadi kontraproduktif, kemudian menjadi skeptis dan apatis,” kata Mahendra dalam acara Puncak Gebyar Ramadan Keuangan Syariah (GERAK Syariah) yang digelar di Kantor OJK, Jakarta Pusat, Selasa (25/3).
Baca Juga: OJK Dorong Industri Asuransi Masuk ke Fintech Lending untuk Cover Risiko
Selain inklusi keuangan syariah, Mahendra mengungkapkan tantangan lain untuk mendorong industri keuangan syariah, yaitu pengembangan dan diferensiasi produk yang masih terbatas.
"Ditambah terbatasnya sumber daya insani di bidang keuangan syariah," ujarnya.
Mahendra mengatakan berbagai program dan kebijakan telah dijalankan OJK untuk terus memperkuat industri keuangan syariah, antara lain mengeluarkan 9 regulasi atau Peraturan OJK (POJK) dalam dua tahun terakhir.
Dia menyebut 9 POJK itu, antara lain terkait dengan kelembagaan Bank Perkreditan Rakyat/ Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR/BPRS), kelembagaan Unit Usaha Syariah (UUS), Tata Kelola Bank Umum, Tata Kelola Bank Umum Syariah (BUS/UUS), Penerapan Tata Kelola BPR/BPRS, Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia BPR/BPRS, Penetapan Status dan Penanganan Permasalahan Bank Umum, Layanan Digital oleh Bank Umum, dan Penetapan Status dan Tindaklanjut BPR dan BPRS.
Selain itu, Mahendra mengatakan terdapat 7 Surat Edaran OJK (SEOJK) yang diterbitkan, antara lain terkait dengan Penerapan Manajemen Risiko bagi BUS dan UUS, Perubahan Kegiatan Usaha, dan Penyelenggaraan Produk BPRS.
Sebagai informasi, OJK menerangkan total aset industri keuangan syariah per Januari 2025 meningkat sebesar 10,35% Year on Year (YoY) menjadi sebesar Rp 2.860,1 triliun. Secara rinci, total aset perbankan syariah sebesar Rp 948,2 triliun, pasar modal syariah Rp 1.740,2 triliun, dan lembaga keuangan non bank sebesar Rp 171,7 triliun.
Selanjutnya: Mantan Dirut Pegadaian Kuswiyoto, Gantikan Chatib Basri Jadi Komut Bank Mandiri
Menarik Dibaca: 7 Drakor dengan Rating Tertinggi dari IMDb, Ada When Life Gives You Tangerines
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News