kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

OJK longgarkan ketentuan modal tambahan Basel III, apa kata para bankir?


Kamis, 28 Mei 2020 / 20:36 WIB
OJK longgarkan ketentuan modal tambahan Basel III, apa kata para bankir?
ILUSTRASI. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengeluarkan kebijakan lanjutan dengan relaksasi ketentuan di sektor perbankan.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengeluarkan kebijakan lanjutan dengan relaksasi ketentuan di sektor perbankan untuk lebih memberikan ruang likuiditas dan permodalan perbankan sehingga stabilitas sektor keuangan tetap terjaga di tengah pelemahan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19.

Dalam sederet paket kebijakan stimulus lanjutan tersebut ada beberapa pelonggaran. Pertama, kewajiban pemenuhan capital conservation buffer dalam komponen modal 2,5% dari aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) bagi bank BUKU III dan BUKU IV ditiadakan sampai 31 Maret 2021.

Capital conservaton buffer merupakan salah satu komponen modal tambahan yang tercantum dalam Basel III. Singkatnya, modal tambahan ini memang senagaja dipupuk oleh bank besar sebagai penyangga jika terjadi potensi kerugian atau krisis di sebuah bank.

Baca Juga: Masuk fase kenormalan baru, OJK keluarkan paket stimulus lanjutan untuk perbankan

Kedua, OJK juga menurunkan batas minimum pemenuhan Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) bagi BUKU III, BUKU IV serta bank asing menjadi 85%. Dalam keadaan normal, batas minimum LCR dan NSFR bagi seluruh bank yakni 100%.

Secara substansi, perbankan memang harus menjaga rasio LCR dan NSFR agar selalu di atas 100%. Keduanya punya karakteristik yang mirip yakni mengindikasikan ketersedian likuiditas bank untuk memenuhi kebutuhan arus kas perusahaan.

Pembedanya, LCR merupakan indikator likuiditas jangka pendek, sedangkan NSFR merupakan perhitungan kebutuhan likuiditas jangka panjang. Fungsinya tentu untuk menjaga kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dapat terjaga baik.

Menurut beberapa bank besar, aturan baru ini akan membantu bank yang sedang atau akan mengalami kesulitan likuiditas.

Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menilai, bila dilihat secara industri memang akan banyak bank membutuhkan pelonggaran aturan tersebut. Beruntung, untuk likuiditas dan permodalan di BCA sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan ekspansi di tengah kondisi pandemi Covid-19. "Sudah sangat cukup (BCA). Aturan ini bagus, karena banyak yang butuh," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (28/5).

Sementara itu, Direktur Tresuri dan Internasional PT Bank Mandiri Tbk Darmawan Junaidi mengatakan, tujuan regulator melonggarkan aturan Basel ini lebih ke arah preventif. Kebijakan OJK lewat paket stimulus tambahan ini sudah sesuai dengan kebutuhan industri perbankan. "Memang yang diperlukan itu ketahanan dalam masa sulit, karena ada pandemi dan juga kesiapan untuk memulai bisnis apbila pandemi sudah berakhir," ungkapnya.

Baca Juga: Setelah akuisisi Bank Royal dan Rabo Bank, apa rencana ke depan BCA?

Direktur PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) Sadhana Priatmadja menilai, aturan ini memang tepat diberikan ke BUKU III dan IV agar bank besar tidak mengambil pasar pendanaan bank kecil. Sebab faktanya, saat ini beberapa bank menengah dan besar sudah ada yang menawarkan bunga deposito jauh di atas rata-rata pasar. "BUKU III dan IV dampak sistemiknya besar. Bisa dibayangkan bila bank besar menaikkan bunga deposito, maka bank-bank kecil akan menaikkan lebih tinggi lagi," katanya.

Pelonggaran ini dinilai merupakan langkah OJK untuk memitigasi adanya risiko krisis ke depan. Langkah yang paling tepat saat ini adalah dengan menjaga stabilitas likuiditas bank sistemik. "Sepertinya otoritas khawatir akan jangka panjang yang bisa menyebabkan krisis keuangan. Dan jika krisis terjadi maka bagi perbankan yang terdampak pertama kali adalah likuiditas," katanya.

Meski begitu, Sadhana melihat, kondisi likuiditas di pasar saat ini masih sangat normal. Dalam catatannya, per Kamis (28/5) dana yang diperdagangkan di pasar uang antar bank (PUAB) sebanyak Rp 110 triliun. "Artinya secara historis, dana di pasar masih cukup untuk memenuhi kebutuhan likuiditas antarbank," kata Sadhana.

Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk Haryono Tjahjarijadi beranggapan, OJK pastinya akan terus memantau perkembangan industri perbankan di tengah pandemi saat ini. Sejatinya, sampai saat ini relaksasi yang diberikan sudah sesuai dengan harapan.

Isu likuiditas memang akan jadi sorotan utama dalam kondisi sekarang. Sebab, bagaikan bom waktu, bila likuiditas perbankan secara industri mengetat maka yang terkena dampak bukan hanya bank besar saja melainkan seluruh pemain.

Baca Juga: Bank Central Asia (BBCA) kucurkan kredit Rp 2 triliun ke Bank Woori (SDRA)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×