Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya memperkuat regulasi industri asuransi kredit melalui POJK 20/2023.
Regulasi baru ini mengatasi ketidakseimbangan premi dan risiko klaim yang selama ini membebani perusahaan asuransi.
Menurut Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Djonieri, kebijakan terbaru menitikberatkan pada mekanisme risk sharing, batas jangka waktu pertanggungan, serta penyesuaian biaya akuisisi.
Melalui aturan baru ini OJK mewajibkan perusahaan asuransi dan kreditur berbagi risiko (risk sharing), kreditur harus menanggung minimal 25% dari risiko kredit.
Dengan demikian aturan ini bisa mengurangi moral hazard penyaluran kredit.
Lembaga pembiayaan juga tidak serta-merta mengandalkan asuransi sebagai jaminan penuh.
Selain itu, jangka waktu pertanggungan asuransi kredit ditetapkan paling lama 5 tahun, disertai evaluasi berkala.
Perusahaan asuransi diharapkan bisa lebih cermat menghitung eksposure risiko jangka panjang.
“Selama ini ada pertanggungan yang terlalu panjang tanpa evaluasi berkala sehingga perusahaan asuransi tidak bisa mengelola risikonya dengan baik. Dengan adanya aturan ini, perusahaan dapat menyesuaikan polis berdasarkan kondisi aktual,” ujar Djonieri saat menghadiri sebuah acara di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (21/3).
Batas Biaya Akuisisi dan Penyesuaian Premi
Salah satu poin penting lain dalam POJK 20/2023 adalah pembatasan biaya akuisisi maksimal 10% dari tarif premi atau kontribusi.
Aturna ini bertujuan menghindari praktik pemasaran agresif yang sering menyebabkan premi tidak seimbang dengan risiko yang ditanggung.
Selain itu, penetapan premi juga harus berdasarkan pada data profil risiko dari masing-masing objek asuransi, jangka waktu pertanggungan, serta hasil analisis risiko yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.
“Kami ingin memastikan bahwa premi yang ditetapkan benar-benar mencerminkan tingkat risiko, bukan sekadar strategi untuk memenangkan pasar,” tambah Djonieri.
Regulasi baru ini juga mewajibkan asuransi kredit hanya dapat diberikan terhadap kredit dengan kualitas lancar pada saat penutupan polis.
Dengan begitu asuransi kredit tidak disalahgunakan untuk menutupi kredit bermasalah.
OJK mengatur agar tagihan subrogasi dilakukan dengan prosedur yang lebih jelas dan proporsional.
Perusahaan asuransi kini wajib mendapatkan bagian pemulihan yang sebanding dengan jumlah klaim yang telah mereka bayarkan.
Dengan berbagai penguatan aturan ini OJK berharap industri asuransi kredit bisa menjadi lebih sehat dan berkelanjutan.
“Kami ingin industri ini tetap tumbuh, tetapi dengan prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko yang lebih baik,” tutup Djonieri.
Selanjutnya: Presiden Prabowo Melantik 31 Dubes Sore Ini, Senin (24/3), Ini Daftarnya
Menarik Dibaca: IOTF Jadi Mitra Strategis Kingdee, Dorong Adopsi ERP Cloud di Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News