Reporter: Ferry Saputra | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 36 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/pojk.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Dalam Pasal 6A di POJK Nomor 36 Tahun 2024, tertera adanya penetapan aturan risk sharing mengenai asuransi kredit terkait perdagangan. Secara rinci, dalam Pasal 6A ayat (1), dijelaskan perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi umum syariah, dan unit syariah pada perusahaan asuransi umum dapat melakukan perluasan ruang lingkup usaha berupa asuransi kredit dan asuransi pembiayaan syariah atas transaksi penyaluran kredit/pembiayaan syariah atau transaksi perdagangan.
Pada Pasal 6A ayat (3) dijelaskan perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi umum syariah, dan unit syariah pada perusahaan asuransi umum yang melakukan kegiatan usaha asuransi kredit atau asuransi pembiayaan syariah atas transaksi perdagangan wajib menetapkan risiko yang ditanggung penjual atau penyuplai (supplier) atau risk sharing paling sedikit 10% dari nilai transaksi perdagangan. Adapun ketentuan tersebut berlaku sejak POJK diundangkan pada 23 Desember 2024.
Baca Juga: Pengamat: Penerbitan Berbagai Regulasi Jadi Upaya OJK Benahi Industri Perasuransian
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila mengungkapkan pihaknya sempat mencoba untuk mengkaji kembali penetapan besaran risk sharing atau risiko yang ditanggung supplier dalam produk itu.
Dari kajian itu didapatkan besaran risk sharing tak disamakan dengan asuransi kredit secara umum yang sebesar 25%. Adapun risk sharing yang dikenakan pada akhirnya hanya sebesar 10% dari nilai transaksi perdagangan.
"Kami melihat memang ada risiko yang lebih kecil. Selain itu, ekosistem asuransi kredit atas perdagangan juga sedikit berbeda dengan asuransi kredit yang biasa," ungkapnya saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Senin (3/2).
Selain itu, OJK menilai penetapan besaran risk sharing paling sedikit 10% bertujuan menjaga perusahaan asuransi yang memiliki produk tersebut tetap dalam koridor risk management yang baik.
Baca Juga: Pengamat Nilai Ketentuan Risk Sharing Terkait Asuransi Kredit Berdampak Positif
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Djonieri mengungkapkan bahwa besaran risk sharing asuransi kredit atas perdagangan awalnya direncanakan untuk disamakan dengan asuransi kredit secara umum, yakni sebesar 25%.
Namun, setelah berdiskusi dan mendapat masukan dari pihak industri asuransi, OJK kemudian memutuskan menurunkan risk sharing yang ditanggung penjual atau supplier paling sedikit 10% dari nilai transaksi perdagangan.
"Penentuan risk sharing paling sedikit 10% untuk asuransi kredit terkait perdagangan bertujuan agar penjual atau supplier bisa lebih dekat kepada pembelinya dan tahu risikonya secara lebih akurat," katanya dalam suatu webinar, Kamis (30/1).
Lebih lanjut, Djonieri menjelaskan bagian risiko yang ditanggung supplier wajib dicantumkan dalam polis asuransi. Dia juga mengatakan perusahaan asuransi umum konvensional dan syariah lain dilarang menerima pertanggungan risiko atas bagian risiko yang ditanggung supplier.
Selanjutnya: Roy Suryo Ingatkan Kelemahan Coretax, Bagaimana dengan Keamanan Data Pajak?
Menarik Dibaca: Mengenal Ciri-ciri Asam Urat dan Cara Mengobatinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News