Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menyiapkan berbagai kebijakan yang lebih sistematis untuk mendukung penguatan industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Tanah Air.
Mulai tahun ini, OJK akan melakukan akselerasi untuk penguatan BPR/BPRS setelah Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) diterbitkan. UU telah membuka jalan untuk percepatan pengembangan BPR/BPRS, salah satunya memungkinkan untuk melantai di pasar saham atau IPO.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, peran BPR/BPRS masih sangat dibutuhkan di Indonesia, terutama untuk masyarakat kecil dan Usaha Mkro, Kecil dan Menengah (UMKM). Namun, mendorong transformasi demi penguatan industri BPR/BPR memerlukan waktu yang panjang. Mengingat jumlahnya yang cukup besar yakni 1.612 bank yang terdiri dari 1.445 BPR dan 167 BPRS.
"OJK memerlukan langkah-langkah yang lebih tersusun baik, sistematis, untuk menguatkan BPR/BPRS ini. Upaya konsolidasi sudah dilakukan dengan menetapkan modal inti minimum Rp 6 miliar pada akhir 2024," kata Dian, Senin (2/1).
Baca Juga: Rights Issue Rampung, Bank Ganesha Berhasil Penuhi Ketentuan Modal Inti Rp 3 Triliun
Konsolidasi BPR/BPR ini akan mulai dipercepat tahun ini. Dian bilang, OJK akan bekerjasama dengan asosiasi agar akselerasi tersebut bisa dilakukan. Selain peningkatan modal inti, OJK juga melihat perlu ada jenis konsolidasi lain yakni mewajibkan satu pemegang saham pengendali hanya boleh memiliki satu bank.
Dian mengungkapkan, selama ini ada beberapa individu atau perusahaan yang memiliki BPR/BPRS lebih dari satu, bahkan ada yang punya hingga 10 bank.
"Ini akan kami dorong untuk dilakukan merger," ujarnya.
Di samping konsolidasi, OJK telah melakukan upaya penguatan industri dengan meluncurkan aplikasi Otomasi Informasi BPR/BPRS awal Desember 2022. Aplikasi ini memudahkan masyarakat mengakses informasi keberadaan BPR/BPRS serta produknya.
Sementara UU P2SK tidak hanya membuka jalan IPO bagi BPR/BPS, tetapi juga memperbolehkan perluasan transfer dana, bisa bekerjasama dengan bank umum dan lembaga jasa keuangan lain, dan melakukan penyertaan modal terhadap lembaga jasa penunjang BPR.
Untuk itu, lanjut Dian, OJK akan melakukan penulisan kembali atau re-writing kebijakan yang sudah ada sehingga poin-poin yang tercantum dalam UU P2SK bisa difermentasikan untuk kemajuan BPR/BPRS.
Dian mengatakan, OJK akan menyiapkan kebijakan yang mengatur terkait BPR/BPRS mana saja yang bisa melantai di pasar modal dan bank mana yang bisa melakukan kegiatan tambahan.
"Tentu itu tidak bisa sembarang bank, harus ada persyaratannya, untuk memastikan bank bisa bekerja dengan baik dan juga menangani perlindungan konsumen.Jangan sampai ada yang dirugikan," jelasnya.
Hijra Bank, BPRS Digital pertama di Indonesia, mendukung upaya yang dilakukan pemerintah, regulator, dan pelaku industri untuk mendorong pengembangan industri BPR/BPRS. Direktur Utama Hijra Bank, Tri Israharjo, mengatakan upaya itu dilakukan dengan memperkuat institusi dan peluang berinovasi secara digital sehingga akses terhadap pembiayaan yang dapat disediakan mampu menjangkau lebih banyak UMKM di Indonesia.
Namun terkait terbukanya jalan IPO, Hijra Bank belum bisa memastikan apakah akan segera memanfaatkannya.
Baca Juga: Usai Rights Issue, Bank Ina Berhasil Penuhi Ketentuan Modal Inti Rp 3 Triliun
"Saat ini kami masih mempelajari RUU P2SK untuk memahami dampak keseluruhan pada industri." ujarnya pada Kontan.co.id baru-baru ini.
Hijra Bank resmi diluncurkan pada 6 Desember 2022 yang beroperasi sebagai dengan layanan digital. Selanjutnya, bank yang dimiliki fintech Alami Group ini akan terus melakukan pengembangan produk dan fitur perbankan digital untuk meningkatkan teknologi serta layanan agar mampu melayani kebutuhan dan harapan pengguna, sehingga memudahkan gaya hidup masyarakat masa kini.
Per September 2022, Hijra Bank mampu membukukan aset lebih dari Rp 125 miliar. Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp 109 miliar dan penyaluran pembiayaan di atas Rp 89 miliar.
"Ke depan, kami optimis Hijra akan tumbuh menjadi platform yang lengkap untuk menemani keseharian masyarakat dan memfasilitasi mereka untuk menjadi lebih baik setiap harinya." pungkas Tri.
BPR Hasamitra menyambut baik dukungan terhadap industri BPR/BPRS tersebut. Ke depan, bank ini akan memanfaatkan peluang IPO untuk menambah modal meskipun rasio permodalannya saat ini masih cukup solid dan di atas ketentuan minimum regulator, yakni 21%.
"RUU P2SK ini pastinya bagus buat BPR. IPO tentunya bisa memperkuat dalam pengembangan BPR karena saat ini modal masih menjadi kelemahan BPR, selain Sumber Daya Manusia (SDM) dan sistem teknologi," kata Direktur Utama BPR Hasamitra I Nyoman Supartha.
Pria yang akrab disapa Mansu itu mengatakan, semakin kuat modal BPR maka peluang untuk ekspansi semakin terbuka, apalagi nantinya BPR sudah bisa buka cabang di luar provinsi.
Per November 2022, modal BPR Hasamitra tercatat sebesar Rp 380 miliar. Tahun depan, bank ini menargetkan asetnya bisa mencapai Rp 3 triliun dengan membidik kredit tumbuh Rp 300 miliar. Per September 2022, asetnya sudah Rp 2,63 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News