Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan Program Penjaminan Polis (PPP) yang dinaungi Lembaga Penjamin Polis (LPS) dapat diterapkan untuk proses resolusi atau penyelamatan asuransi insolvent atau bermasalah di Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono berharap usulan tersebut dapat direalisasi ke dalam perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Berdasarkan UU P2SK yang saat ini berlaku, Ogi menerangkan pengaturan PPP hanya berlaku untuk proses likuidasi.
"Kami mengusulkan Program Penjaminan Polis itu bukan hanya likuidasi, melainkan juga ditambah resolusi. UU P2SK sekarang itu hanya likuidasi. Jadi, kami merekomendasikan PPP diperluas pasal-pasal mengenai upaya untuk resolusi terhadap perusahaan asuransi yang insolvent," ungkapnya saat ditemui di kawasan DPR RI, Jakarta Selatan, Selasa (23/9/2025).
Baca Juga: Ada Posisi Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Polis, Ini Kata OJK
Menurut Ogi, kewenangan untuk melakukan resolusi asuransi insolvent di Indonesia sangat relevan untuk dilakukan, sejalan dengan kewenangan PPP. Dia bilang rekomendasi mekanisme proses resolusi asuransi insolvent oleh Lembaga Penjamin Polis (LPS) sejalan dengan resolusi bank.
Lebih lanjut mengenai rincian usulan mekanisme resolusi, dia mengusulkan status pengawasan perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah oleh OJK menjadi tiga kategori, yaitu pengawasan normal, pengawasan dalam penyehatan, dan dalam resolusi.
Selanjutnya, penetapan bahwa perusahaan asuransi tersebut menghadapi suatu masalah, perlu koordinasi antara OJK dengan LPS tepatnya pada saat perusahaan asuransi itu sudah masuk dalam kategori pengawasan dalam penyehatan.
"Setelah, perusahaan insolvent tersebut ditetapkan menjadi kategori pengawasan dalam resolusi, maka koordinasi antara OJK dengan LPS itu makin intens, kemudian perlu langkah-langkah lebih lanjut untuk menjaga agar proses resolusinya berjalan dengan baik," tuturnya.
Baca Juga: OJK: Mekanisme Program Penjaminan Polis Asuransi Masih Dibahas
Selanjutnya, Ogi menerangkan sejak pemberitahuan OJK mengenai status pengawasan menjadi dalam resolusi, LPS dapat mengambil alih hak dan kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), kepemilikan, kepengurusan, dan kepentingan lain, pada perusahaan asuransi maupun perusahaan asuransi syariah yang insolvent.
Setelah itu, ada dua pilihan, yakni penyelamatan oleh LPS atau tidak dilakukan penyelamatan. Kalau tidak dilakukan penyelamatan, proses berikutnya adalah cabut izin usaha oleh OJK, kemudian melakukan pembayaran kepada para pemegang polis.
"Jadi, proses likuidasi akan berjalan sesuai dengan aset yang ada," katanya.
Kalau perusahaan asuransi tersebut dilakukan penyehatan oleh LPS, tentu LPS akan melakukan tindakan dalam rangka penyelamatan. Ogi bilang tindakan itu ada bermacam-macam, seperti menguasai, dan mengelola kepemilikan aset, melakukan penyertaan modal sementara, menjual atau mengalihkan aset, mengalihkan manajemen, melakukan penggabungan atau peleburan, melakukan pengalihan kepemilikan atau meninjau ulang atau membatalkan, hingga mengakhiri atau mengubah kontrak yang mengikat dengan pihak ketiga.
"Beberapa poin-poin penting yang diusulkan kami itu mekanismenya hampir mirip dengan resolusi terhadap bank yang bermasalah," ucap Ogi.
Ogi menambahkan usulan mekanisme tersebut juga berlandaskan kajian dan praktik yang terjadi di luar negeri, seperti Korea Selatan dan Malaysia. Dengan demikian, industri asuransi bisa mengedepankan juga perlindungan terhadap konsumen.
Sementara itu, OJK juga turut angkat bicara mengenai mekanisme PPP yang akan mulai diimplementasikan pada 2028 saat rapat dengan Komisi XI DPR RI. Ogi menyebut saat ini proses mekanismenya masih dalam tahap pembahasan dengan berbagai stakeholder, termasuk LPS. Salah satu yang tengah dibahas, yakni perihal besaran limit polis yang dijamin per pertanggungan.
Baca Juga: OJK Rancang POJK Asuransi Kesehatan, Akan Komunikasi dengan Perwakilan Pemegang Polis
"Sudah mulai kami diskusikan dengan LPS. Kalau untuk likuidasinya misalnya berapa kira-kira penjaminan per polisnya. Kalau di bank, simpanannya itu Rp 2 miliar, kalau di kami (asuransi), sudah pasti di bawah Rp 2 miliar. Sudah ada angka-angka sekitar Rp 500 juta hanya maksimum," ungkapnya saat rapat Panja Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (23/9/2025).
Ogi menegaskan bahwa usulan besaran yang disampaikan dalam rapat bersama DPR RI tersebut belum final dan masih akan dibahas kembali dengan berbagai stakeholder. Dia juga menerangkan produk dan jenis asuransi yang dijamin oleh PPP juga masih dalam tahap pembahasan. Nantinya, tak semua produk akan dijamin oleh PPP.
"Tidak semua polis itu dijamin, seperti polis untuk unitlink misalnya. Untuk yang porsi investment pasti sudah tidak dijamin, hanya yang proteksinya saja yang dijamin. Selain itu, apakah kalau asuransi yang wajib itu juga harus masuk dalam Program Penjaminan Polis? Itu juga masih didiskusikan," ungkap Ogi.
Selanjutnya: Shutdown AS Semakin Dekat, Ketidakpastian Mengguncang Pekerja Federal dan Ekonomi
Menarik Dibaca: Ini Kiat Atasi Mata Minus Pada Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News