kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.914.000   -10.000   -0,52%
  • USD/IDR 16.291   14,00   0,09%
  • IDX 7.140   43,32   0,61%
  • KOMPAS100 1.026   0,52   0,05%
  • LQ45 779   2,15   0,28%
  • ISSI 234   0,17   0,07%
  • IDX30 402   1,16   0,29%
  • IDXHIDIV20 463   0,95   0,21%
  • IDX80 115   0,26   0,23%
  • IDXV30 117   0,40   0,34%
  • IDXQ30 129   -0,04   -0,03%

Pajak E-Commerce Resmi Disahkan, idEA Soroti Tantangan Teknis & Kesiapan Marketplace


Selasa, 15 Juli 2025 / 20:00 WIB
Pajak E-Commerce Resmi Disahkan, idEA Soroti Tantangan Teknis & Kesiapan Marketplace
ILUSTRASI. Warga menggunakan ponsel untuk berbelanja secara daring di salah satu situs belanja di Bogor, Jawa Barat, Selasa (14/5/2024). Berdasarkan laporan Digital 2024 Global Overview yang dirilis We Are Social dan Meltwaterper Januari 2024, tren belanja online di Indonesia menunjukkan peningkatan yaitu sebanyak 59 persen pengguna internet di Indonesia gemar belanja online sehingga menempati urutan tertinggi kesembilan di dunia. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nym.


Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menyatakan dukungannya terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang menunjuk platform marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang secara elektronik.

Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, menyebut pihaknya baru menerima salinan resmi PMK tersebut pada 14 Juli 2025 dan saat ini masih mempelajari secara menyeluruh isi dan dampaknya terhadap industri. 

“Secara prinsip, kami mendukung langkah pemerintah dalam memperkuat kepatuhan pajak, termasuk di sektor e-commerce," ujarnya dalam pernyataan resmi, Selasa (15/7).

Budi menegaskan bahwa beleid ini tidak menambah beban pajak baru bagi pelaku usaha, melainkan hanya mengalihkan mekanisme pemungutan pajak dari pelaku usaha ke platform digital. 

Baca Juga: Marketplace Resmi Jadi Pemungut Pajak, Simak Aturan Mainnya!

Kendati demikian, implementasi di lapangan tetap menyisakan tantangan teknis dan administratif.

Salah satu tantangan yang disorot adalah kewajiban seller untuk mengunggah surat pernyataan omzet yang harus dicetak, ditandatangani, dan dibubuhi materai. 

Marketplace tidak wajib memverifikasi surat tersebut, tetapi harus memiliki sistem yang memungkinkan dokumen tersebut dikirim ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Ini tentu membutuhkan kesiapan sistem, edukasi, dan komunikasi yang memadai kepada para penjual,” kata Budi. 

Ia menyebut konsensus di kalangan marketplace menunjukkan perlunya waktu setidaknya satu tahun untuk persiapan implementasi aturan ini.

Baca Juga: Marketplace Ditunjuk Jadi Pemungut Pajak Pedagang Online, Ini Permintaan IdEA

Lebih lanjut, idEA mengingatkan bahwa meskipun secara teknis pajak dibebankan kepada penjual, beban tersebut berpotensi diteruskan ke konsumen tergantung pada strategi harga masing-masing pelaku usaha.

Mengacu pada penerapan kebijakan serupa di negara-negara seperti India, Meksiko, Filipina, dan Turki, idEA menilai perlunya pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi lokal mengingat karakteristik ekosistem digital Indonesia yang berbeda.

“Kami juga menunggu arahan teknis yang komprehensif dari DJP agar pelaku industri dan UMKM dapat menyesuaikan diri dengan baik. Kami terbuka untuk berdialog dan mendorong agar kebijakan ini diterapkan secara adil dan proporsional, tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi digital nasional,” tutup Budi.

Baca Juga: Ditjen Pajak Resmi Menunjuk Marketplace Lokal Jadi Pemungut PPh Pasal 22

Selanjutnya: Gerakkan Komunitas Lokal, PT Indo Makmur Foods Luncurkan “Makmur Bersama”

Menarik Dibaca: Gerakkan Komunitas Lokal, PT Indo Makmur Foods Luncurkan “Makmur Bersama”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×