Reporter: Fransiska Firlana | Editor: Johana K.
JAKARTA. Kecil-kecil cabai rawit. Itulah gambaran pas untuk bisnis asuransi berpremi mini alias asuransi mikro. Tengok saja kinerja asuransi mikro Allianz Indonesia.
Perusahaan asuransi asal Jerman ini mulai memasarkan produk tersebut pada 2006 silam. Di tahun pertama, Allianz hanya berhasil menjual 7.000 polis. Setelah tiga tahun berselang, pada tahun 2009 lalu, mereka berhasil menjual 347.000 polis. Pencapaian di 2009 ini naik 88% dibandingkan angka tahun sebelumnya yang hanya 184.000 polis.
Presiden Direktur Allianz Life Indonesia Jens Reisch, menjelaskan, dari total jumlah nasabah Allianz Indonesia, sekitar 19% merupakan tertanggung produk asuransi mikro. Saat ini jumlah nasabah Allianz Indonesia mencapai 1,48 juta. Jadi, jumlah nasabah asuransi mikro sekitar 280.000 orang.
"Premi yang dihasilkan memang tidak banyak. Tapi yang penting masyarakat yang berasuransi semakin bertambah jumlahnya," katanya, Rabu (17/3). Sepanjang 2009, pendapatan premi Allianz dari produk mikro ini mencapai Rp 9,5 miliar, melonjak tujuh kali lipat dari pendapatan 2008 yang hanya sekitar Rp 1,1 miliar.
Allianz menawarkan premi Rp 6.000 hingga Rp 7.000. Untuk mendistribusikan produk, Allianz bermitra dengan tiga bank komersial dan 20 lembaga keuangan mikro (LKM) seperti bank perkreditan rakyat (BPR) dan koperasi kredit.
Direktur Allianz Life Handojo Kusumo, mengatakan, pihaknya akan terus mengembangkan produk ini. "Kami akan cari alternatif distribusi seperti LSM dan mobile technology," katanya
Potensi besar, tapi pemain minim
Jens menjelaskan, potensi pasar asuransi mikro sangat besar di Indonesia. Anehnya, pemain yang fokus menggarap segmen ini tidak banyak. "Hampir tidak ada pesaing. Kami ingin perusahaan lain mau serius menawarkan dan memasarkan asuransi mikro," paparnya.
Adi Purnomo, Department Head of Compliance and Best Practice Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), sependapat dengan Jens. Ia berharap, perusahaan asuransi jiwa lain semakin menunjukkan peran dalam mengembangkan asuransi mikro.
Kekhawatiran bisnis ini mengandung resiko tinggi, sejauh ini tidak terbukti. "Tahun lalu, klaim bencana alam dan gempa nyatanya tidak berpengaruh signifikan terhadap klaim industri asuransi jiwa," kata Adi.
Jumlah klaim di bawah 1% dari total klaim. "Ini tentu bisa menjadi pendorong pelaku asuransi untuk memasarkan asuransi mikro sebagai proteksi masyarakat," tandasnya.
Sejauh ini para pelaku industri asuransi masih memposisikan asuransi mikro sebagai produk pelengkap saja. Presiden Direktur PT Asuransi Jiwa Adisarana WahaArtha (WanaArtha Life) Evelina F. Pietruscha, mengatakan, pihaknya belum tertarik mengoptimalkan bisnis asuransi mikro. "Kami belum bisa, karena ingin fokus ke bisnis utama kami dulu," katanya.
Saat ini WanaArtha Life menawarkan asuransi mikro dengan premi Rp 10.000 hingga Rp 25.000. Sebagian nasabah yang dilayani adalah karyawan-karyawan Perhutani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News