kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Pelemahan ekonomi jadi penyebab NPL KUR tinggi


Selasa, 12 Agustus 2014 / 16:06 WIB
Pelemahan ekonomi jadi penyebab NPL KUR tinggi
ILUSTRASI. KSP Indosurya


Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Cita-cita pemerintah dan perbankan memajukan bisnis mikro melalui kredit usaha rakyat (KUR) terhadang rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Berdasarkan laporan Komite KUR per Juni 2014, rata-rata perbankan mencatat rasio kredit macet tinggi pada KUR.

Rasio NPL KUR pada bank umum misalnya, Bank Syariah Mandiri (BSM) sebesar 12,5%, kemudian Bank Tabungan Negara (BTN) sebesar 9,3%, Bank Negara Indonesia (BNI) sebesar 5,7%, Bank Bukopin 5,2%, Bank Mandiri 4,3%, serta Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar 3,6% (KUR Ritel) dan 2,1% (KUR Mikro).

Bambang Kuncoro, Kepala Divisi Komersial dan UKM BNI, mengatakan, penyebab utama kenaikan NPL KUR adalah kemampuan usaha debitur yang menurun, akibat dari pelemahan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. Kedepan, perusahaan akan menjaga rasio NPL di bawah 5%. "Kami targetkan NPL KUR tidak akan lebih dari 5%," katanya, kepada KONTAN.

Menurutnya, upaya penyelamatan melalui restrukturisasi juga belum optimal hasilnya, oleh karena itu bank berpelat merah ini akan memelihara debitur-debitur eksisting dengan solusi restrukturisasi dan monitor. "Untuk ekspansi lebih diarahkan melalui lembaga linkage.

Meskipun rasio NPL masih tinggi, BNI masih akan komitmen menyalurkan kredit untuk pengusaha di bawah mikro ini, karena perlambatan ekonomi lebih tergantung dengan kondisi ekonomi di daerah masing-masing, sehingga tidak ada upaya perlambatan. BNI telah menyalurkan KUR sebesar Rp 3,86 triliun kepada 213.350 debitur, dengan plafon kredit sebesar Rp 14,87 triliun.

Sependapat, Imam Hurustyadi, Grup Head UMKM Bank Bukopin, menyampaikan, pelemahan ekonomi dan pemilihan presiden (pilpers) mempengaruhi bisnis usaha kecil, sehingga pendapatan mereka menurun untuk membayar bunga kredit. "Bunga KUR memang tetap, tapi jika pendapatan usaha menurun tidak keterbatasan untuk membayar kredit," katanya.

Bank milik Bosowa ini menyiapkan langkah untuk menurunkan NPL, diantaraya, melakukan selektif dalam menyaluran KUR kepada nasabah, karena kebanyakan pengusaha menilai pemberian KUR adalah sebagai sumbangan dari pemerintah. Kemudian melakukan penagihan kepada debitur.

"Pada semester II/2014, kami menargetkan NPL KUR akan di bawah 5%," tambah Imam. Bukopin masih akan menyalurkan KUR kepada masyarakat, karena masih ada plafon sebesar Rp 1,80 triliun, dengan realisasi KUR sebesar Rp 560 miliar per Juni 2014 kepada 12.072 debitur.

Bank Pembangunan Daerah (BPD) juga mencatat rasio NPL KUR tinggi. Pada Juni
2014 NPL yang terbentuk dari penyaluran KUR oleh BPD adalah sebesar 8,8%, sehingga diperlukan konsolidasi internal untuk memperbaiki tingkat NPL yang tingg. Diharapkan penyaluran KUR di tahun 2014 Bank pelaksana dapat mencapai target yang telah ditetapkan dengan NPL masing-masing dibawah 5%.

Nah, lima BPD yang mencatat KUR NPL tinggi per Juni 2014  adalah Bank Jawa Barat Banten (BJB) sebesar 17,5%, kemudian Bank Sulawesi Utara sebesar 15,7%, Bank Jawa Timur sebesar 14,3%, Bank Sulawesi Tengah sebesar 11,2%, serta Bank Lampung sebesar 7,3%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×