Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, penurunan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,50% secara langsung akan memperluas ruang likuiditas dalam sistem keuangan, termasuk pada aspek likuiditas valas perbankan.
Terlebih dengan adanya langkah-langkah pelonggaran likuiditas oleh Bank Indonesia, termasuk penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dan peningkatan batas Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) dari 30% menjadi 35% mulai 1 Juni 2025.
"Kombinasi kebijakan ini memungkinkan bank untuk memperoleh dana valas lebih besar dari luar negeri sekaligus memperbesar fleksibilitas dalam pengelolaan portofolio valasnya. Selain itu, penguatan operasi moneter BI melalui instrumen swap valas dan term-repo juga akan menjaga kecukupan likuiditas valas di pasar uang dan sistem perbankan," ungkap Josua kepada kontan.co.id, Jumat (23/5).
Baca Juga: BI Rate Kembali Dipangkas, Akankah Likuiditas Valas Melonggar?
Dengan langkah tersebut, ruang likuiditas valas perbankan diperkirakan akan menjadi lebih longgar secara bertahap sepanjang paruh kedua 2025, terutama bila arus modal asing tetap masuk seiring dengan prospek penurunan suku bunga global dan stabilnya nilai tukar Rupiah.
"Kebijakan pelonggaran struktur likuiditas valas ini mencerminkan ekspektasi bahwa tekanan likuiditas valas di 2025 akan terkendali dan membaik," ucap Josua.
Adapun saat ini, kondisi likuiditas valas bank disebut terindikasi cukup memadai, namun menghadapi tekanan temporer akibat peningkatan kebutuhan likuiditas selama momen Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) pada akhir Maret 2025.
Hal ini terlihat dari kenaikan harga pokok dana (HPDK) non-DPK termasuk pinjaman luar negeri dan surat berharga, yang sedikit menekan likuiditas bank secara keseluruhan.
Namun, kelompok bank dengan likuiditas valas tinggi seperti KCBA mampu menjaga suku bunga dana pada level terendah berkat posisi AL/DPK yang tinggi (108,16%), mencerminkan kemampuan mereka mengelola dana valas secara efisien.
Baca Juga: BI Masih Buka Peluang Pangkas BI Rate, Perry Ungkap Alasannya
Di sisi lain, kelompok BPD menghadapi biaya dana lebih tinggi, mengindikasikan keterbatasan likuiditas relatif.
Lebih lanjut Josua menerangkan, walau terdapat tensi likuiditas domestik di sektor DPK rupiah, instrumen swap valas dan perluasan RPLN memberikan suplai alternatif likuiditas valas, sehingga secara umum kecukupan dana valas untuk penyaluran kredit valas masih terjaga.
"Hal ini tercermin dari belum adanya penurunan tajam dalam penyaluran kredit berbasis valas, dan belum terdapat indikasi pembatasan signifikan dari sisi pasokan kredit tersebut. Apalagi, relaksasi kebijakan BI sejak Juni 2025 diharapkan memperkuat kapasitas bank untuk membiayai permintaan valas dalam perdagangan internasional dan kredit ekspor-impor," jelasnya.
Baca Juga: Ruang Penurunan BI-Rate Ada Meski Terbatas
Secara keseluruhan, kata Josua transmisi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial diperkirakan akan menciptakan ruang likuiditas valas yang lebih longgar menuju semester II 2025, mendukung penyaluran kredit valas dan kebutuhan korporasi global-oriented, terutama bila stabilitas kurs Rupiah terus terjaga dan capital inflow tetap positif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News