kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penyaluran kredit makin berisiko


Selasa, 25 Agustus 2020 / 22:56 WIB
Penyaluran kredit makin berisiko
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi di Bank Mandiri, salah satu bank anggota?Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) di Jakarta, Rabu (5/8/2020). Otoritas Jasa Kuangan (OJK) menyatakan berdasarkan pengawasannya hingga 27 Juli 2020, realisasi kredit di Bank Himbara m


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyaluran kredit di tanah air makin berisiko seiring pandemi yang belum rampung. Dari catatan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) April 2020 lalu rasio kredit berisiko alias loan at risk bahkan telah mencapai 14,8%, dan menjadi level tertinggi sejak 2013.

Diperinci, rasio terbesar berasal dari bank-bank besar pada kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 yang telah mencapai 16,36%. Sementara di BUKU 1 sebesar 12,5%, BUKU 2 sebesar 11,9%, dan BUKU 3 sebesar 13,4%.

Sejumlah bank besar pun mengakui hal serupa, Direktur Manajemen Risiko PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Ahmad Siddik Badruddin misalnya menyatakan risiko kredit perseroan meningkat cukup pesat pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya akibat pandemi.

Baca Juga: Kinerja Bank Mandiri (BMRI) diproyeksikan menurun di kuartal II-2020

“Hingga akhir semester I-2020, rasio LaR kami mencapai 11,5% meningkat hingga 135 bps dibandingkan semester I-2019. Penopang kenaikan utamanya berasal dari sektor batubara, migas, perdagangan besar mesin dan peralatan,” katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (25/8).

Sekadar informasi, rasio LaR perseroan sebesar 11,5% tak termasuk kredit yang terdampak pandemi. Sebab, via POJK 11/2020 tentang relaksasi kredit, restrukturisasi kredit terimbas pandemi memang dikecualikan dari perhitungan LaR.

Adapun jika komponen kredit terimbas pandemi ikut dimasukkan, LaR bank berlogo pita emas ini bisa meningkat pesat hingga 22,2%. Siddik juga menambahkan, hingga akhir tahun pun, perseroan menaksir rasio LaR masih akan meningkat hingga 13%.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Manajemen Risiko PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Osbal Saragi Rumahorbo.

Menurutnya risiko penyaluran kredit bakal tetap meninggi hingga akhir tahun, sebab tak semua debitur perbankan dapat memanfaatkan relaksasi restrukturisasi.

“Hingga akhir tahun, outlook kami LaR akan berada di kisaran 13%, karena meski ada stimulus POJK 11/2020, ada beberapa debitur yang mungkin tidak memenuhi kriteria sehingga tidak dapat memanfaatkan stimulus tersebut,” katanya kepada KONTAN.

Hingga semester I-2020, LaR bank berlogo angka 46 ini teratat sebesar 10,8%, meningkat 220 bps dibandingkan semester I-2019 sebesar 8,6%. Sementara hingga akhir tahun, peningkatan LaR diprediksinya bisa terjadi sebab, dari kalkulasi perseroan, setidaknya 6% dari nilai restrukturisasi akibat pandemi berpotensi gagal bayar.

Hingga akhir Juni 2020, perseroan tercatat telah merestrukturisasi kredit Rp 119,27 triliun dari. Artinya, ada sekitar Rp 7,25 triliun kredit yang direstrukturisasi akan gagal bayar.

Baca Juga: Kredit Bank Datang Saat Ekonomi Goyang

Sementara secara total BNI memproyeksikan akan merestrukturisasi kredit senilai Rp 146,67 triliun. “Kami berharap buat menekan risiko, stimulus restrukturisasi ini juga bisa diperpanjang dari tenggat pada Maret 2021 nanti,” sambung Osbal.

Tak cuma bank besar, bank menengah di kelas BUKU 3 seperti PT Bank BNI Syaria pun mengakui adanya peningkatan risiko penyaluran pembiayaan, entitas anak BNI ini bahkan mencatat pembiayaan berkualitas rendah per Juni telah mencapai 14,24%.

“Penopang utamanya berasal dari segmen UMKM yang meskipun secar nominal dari portofolio pembiayaan kami tidak besar, namun persentasenya besar,” kata Direktur Keuangan dan Operasional BNIS Syariah Wahyu Avianto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×