kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Perbanas: Ketua OJK jangan dari BI dan Kemenkeu


Selasa, 14 Februari 2012 / 10:59 WIB
Perbanas: Ketua OJK jangan dari BI dan Kemenkeu
ILUSTRASI. PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang memiliki kontribusi ekspor hingga 78%, Maybank Kim Eng memberi rekomendasi beli saham ADRO dengan target Rp 1.800 per saham. Pho KONTANAchmad Fauzie/19/06/2008


Reporter: Astri Kharina Bangun | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) menilai, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pertama sebaiknya bukan berasal dari Bank Indonesia maupun Kementerian Keuangan.

"Ini merujuk pengalaman sukses penggabungan empat bank Pemerintah menjadi Bank Mandiri, di mana Dirut Mandiri ketika dilakukan merger bukan berasal dari salah satu dari empat bank yang digabung," kata Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono, Senin (14/2).

Sigit mengungkapkan, pendirian OJK bisa dilihat sebagai suatu peristiwa merger antara Bapepam LK dengan BI. Oleh karena itu, diperlukan pemimpin OJK dan pejabat di bawahnya yang mempunyai pengalaman menggabungkan dua atau lebih institusi. Sosok pemimpin tersebut harus mampu melebur budaya kerja yang berbeda menjadi budaya baru yang lebih baik.

Perbanas juga mengingatkan tantangan yang berpotensi muncul terkait jadwal pengalihan yang tidak serempak antara Bapepam-LK dan BI ke OJK. Bapepam-LK akan memulai lebih dulu pengalihan pada 31 Desember 2012. Sementara fungsi pengawasan bank dari BI ke OJK baru beralih setahun setelahnya, yakni 31 Desember 2013. OJK sendiri ditargetkan beroperasi penuh pada 1 Januari 2014.

"Perbedaan waktu pengalihan ini akan menimbulkan persepsi terjadinya suatu ‘ketidak-adilan ‘ bagi kelompok yang pindah belakangan," ungkap Sigit.

Tantangan lainnya menurut Sigit yang perlu dicermati sebelum OJK resmi terbentuk adalah masih ada potensi sektor jasa keuangan yang belum tercakup dalam pengaturan OJK, yakni koperasi.

"Saat ini, koperasi diawasi dan diatur Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. BMT bahkan tidak ada yang mengawasi. Padahal, omzet koperasi mencapai Rp 55 triliun per tahun," jelas Sigit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×