Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) mengungkapkan kolaborasi dalam memerangi kejahatan keuangan digital termasuk judi online (judol) atau kejahatan lainnya diperlukan dukungan adanya payung hukum bagi perbankan Tanah Air.
Ketua Bidang Hukum dan Kepatuhan Perbanas, Fransiska Oei mengatakan penanganan mengatasi kejahatan keuangan digital memang diperlukan kerja sama semua pihak, tidak hanya satu pihak.
Selain itu, satu yang terpenting adalah diperlukan adanya payung hukum bagi bank untuk secara aktif melakukan investigasi sendiri, tanpa harus pasif menunggu dari regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
“Contoh di perbankan perlu payung hukum, karena tidak harus selalu menunggu secara pasif dari OJK, PPATK, atau Komdigi, untuk melakukan deteksi apakah rekening tertentu itu dipakai untuk transaksi judol atau tidak," kata dia, Selasa (5/8).
Baca Juga: Kolaborasi Bank &Fintech, Perputaran Nilai Judi Online Turun 43% pada Semester I-2025
"Bank itu bisa melakukan investigasi sendiri, jadi kami tidak harus pasif, tapi bisa juga kami lakukan blokir, penutupan rekening,” lanjut Fransiska.
Namun dia bilang, jika bank melakukan deteksi sendiri dan investigasi sendiri dengan adanya pemblokiran, ada potensi dituntut secara hukum oleh nasabah. “Kami perlu perlindungan hukum dari pemerintah, regulator,” tegasnya.
Tak hanya itu, potensi tuntutan hukum lain yakni berkaitan dengan perlindungan data konsumen. Dia menjelaskan, dalam proses mitigasi, bank biasanya bekerja sama dengan aggregator, switching company, atau fintech. Kerja sama dilakukan untuk mendapatkan data tambahan, terutama ketika pelaku bukan merupakan nasabah langsung dari bank terkait.
Fransiska menegaskan, saat ini yang menjadi tantangan baru adalah bentuk kejahatan finansial, termasuk modus jual beli rekening atau rekening take over.
Sebab itu, perbankan telah menjalankan berbagai upaya mitigasi, dimulai dari edukasi menyeluruh kepada masyarakat, nasabah, hingga ke staf internal. Edukasi tersebut mencakup pemahaman mengenai risiko kejahatan digital, perlindungan data, hingga kewaspadaan terhadap modus-modus baru rekening take over itu yang sebelumnya belum banyak dikenal sekitar 7–10 tahun lalu.
Baca Juga: Transaksi Digital di Bank Besar pada Semester-I 2025 Masih Meriah
Fransiska menjelaskan, kebijakan internal juga diperbarui guna mengatasi modus rekening take over. Hal ini lantaran sebagian besar kasus fraud terbaru berkaitan dengan pola ini.
Bank melakukan proses Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD), termasuk verifikasi data Dukcapil. Namun di luar mitigasi yang dilakukan, dia mengakui ada kendala yang dihadapi seperti ditemukan data Dukcapil palsu atau perusahaan fiktif yang digunakan untuk membuka rekening.