kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.943.000   -7.000   -0,36%
  • USD/IDR 16.306   -72,00   -0,44%
  • IDX 7.490   -13,57   -0,18%
  • KOMPAS100 1.062   5,79   0,55%
  • LQ45 796   5,98   0,76%
  • ISSI 254   -0,56   -0,22%
  • IDX30 410   -1,10   -0,27%
  • IDXHIDIV20 470   0,28   0,06%
  • IDX80 120   0,90   0,75%
  • IDXV30 124   0,93   0,76%
  • IDXQ30 131   0,00   0,00%

Perbanas Sebut Bank Butuh Payung Hukum untuk Perangi Kejahatan Keuangan


Rabu, 06 Agustus 2025 / 11:03 WIB
Perbanas Sebut Bank Butuh Payung Hukum untuk Perangi Kejahatan Keuangan
ILUSTRASI. ilustrasi kejahatan keuangan. Foto Dok Shutterstock


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) mengungkapkan kolaborasi dalam memerangi kejahatan keuangan digital termasuk judi online (judol) atau kejahatan lainnya diperlukan dukungan adanya payung hukum bagi perbankan Tanah Air.

Ketua Bidang Hukum dan Kepatuhan Perbanas, Fransiska Oei mengatakan penanganan mengatasi kejahatan keuangan digital memang diperlukan kerja sama semua pihak, tidak hanya satu pihak.

Selain itu, satu yang terpenting adalah diperlukan adanya payung hukum bagi bank untuk secara aktif melakukan investigasi sendiri, tanpa harus pasif menunggu dari regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

“Contoh di perbankan perlu payung hukum, karena tidak harus selalu menunggu secara pasif dari OJK, PPATK, atau Komdigi, untuk melakukan deteksi apakah rekening tertentu itu dipakai untuk transaksi judol atau tidak," kata dia, Selasa (5/8).

Baca Juga: Kolaborasi Bank &Fintech, Perputaran Nilai Judi Online Turun 43% pada Semester I-2025

"Bank itu bisa melakukan investigasi sendiri, jadi kami tidak harus pasif, tapi bisa juga kami lakukan blokir, penutupan rekening,” lanjut Fransiska.

Namun dia bilang, jika bank melakukan deteksi sendiri dan investigasi sendiri dengan adanya pemblokiran, ada potensi dituntut secara hukum oleh nasabah. “Kami perlu perlindungan hukum dari pemerintah, regulator,” tegasnya.

Tak hanya itu, potensi tuntutan hukum lain yakni berkaitan dengan perlindungan data konsumen. Dia menjelaskan, dalam proses mitigasi, bank biasanya bekerja sama dengan aggregator, switching company, atau fintech. Kerja sama dilakukan untuk mendapatkan data tambahan, terutama ketika pelaku bukan merupakan nasabah langsung dari bank terkait.

Fransiska menegaskan, saat ini yang menjadi tantangan baru adalah bentuk kejahatan finansial, termasuk modus jual beli rekening atau rekening take over.

Sebab itu, perbankan telah menjalankan berbagai upaya mitigasi, dimulai dari edukasi menyeluruh kepada masyarakat, nasabah, hingga ke staf internal. Edukasi tersebut mencakup pemahaman mengenai risiko kejahatan digital, perlindungan data, hingga kewaspadaan terhadap modus-modus baru rekening take over itu yang sebelumnya belum banyak dikenal sekitar 7–10 tahun lalu.

Baca Juga: Transaksi Digital di Bank Besar pada Semester-I 2025 Masih Meriah

Fransiska menjelaskan, kebijakan internal juga diperbarui guna mengatasi modus rekening take over. Hal ini lantaran sebagian besar kasus fraud terbaru berkaitan dengan pola ini.

Bank melakukan proses Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD), termasuk verifikasi data Dukcapil. Namun di luar mitigasi yang dilakukan, dia mengakui ada kendala yang dihadapi seperti ditemukan data Dukcapil palsu atau perusahaan fiktif yang digunakan untuk membuka rekening.

Di sisi lain, edukasi yang dilakukan utamanya di daerah-daerah pelosok juga penting untuk terus dilakukan, selain juga bisa dibantu dengan penguatan dari sisi keagamaan untuk meningkatkan kesadaran dalam menghindari kejahatan digital ini.

Sementara, Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK, Rizal Ramadhani, menjelaskan bahwa Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) melalui Indonesia Anti Scam Center (IASC) terus mendata kerugian masyarakat akibat penipuan online.

Per Juni 2025, OJK mencatat nilai kerugian masyarakat tembus Rp 4,1 triliun dan total dana korban yang diblokir mencapai Rp 348,3 miliar.

Berdasarkan catatan OJK, terdapat sebanyak 822 laporan per hari dan sebanyak 26.463 laporan kejahatan finansial per bulan dengan korban dari berbagai profesi. Modusnya seperti meniru tokoh-tokoh penting atau terkenal agar korban percaya dan lalu menguras uang di bank korban. “Scam ini sudah menyebabkan kerugian besar di masyarakat,” kata Rizal

Selain itu, para pelaku kejahatan finansial saat ini tak hanya menggunakan metode lama seperti telepon atau SMS, tapi masuk ke platform digital seperti WhatsApp, Twitter, dan aplikasi digital lainnya dengan modus dua yakni menjadikan bank sebagai sarana dan sebagai sasaran.

“Kami selaku ketua satgas selalu bersinergi dengan kementerian, asosiasi, lembaga terkait karena setan terkutuk juga melakukan sinergi,” ujar Rizal.

Selanjutnya: Baru! Promo Burger King Ayam Goreng Nusantara, Paket 1 Ekor Ayam Komplit Cuma Segini

Menarik Dibaca: Baru! Promo Burger King Ayam Goreng Nusantara, Paket 1 Ekor Ayam Komplit Cuma Segini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU

[X]
×