Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan terus menggenjot pertumbuhan kredit lewat berbagai cara. Salah satu yang jadi pilihan yakni penyaluran kredit lewat skema channeling.
Skema channeling kerap dipahami sebagai pemberian kredit oleh bank pada penerima kredit atau end user yang dilakukan lewat lembaga perantara dengan mendasarkan pada syarat dan ketentuan dari bank tersebut.
Hingga Februari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding kredit perbankan lewat skema channeling ke fintech P2P lending mencapai Rp49,40 triliun. Jumlah ini mengambil porsi sebesar 61,69% terhadap total penyaluran pinjaman di periode tersebut yang mencapai Rp 80,07 triliun.
PT Bank Raya Tbk menjadi salah satu lender yang mengalirkan dana lewat skema ini.
Baca Juga: Dinilai Potensial, Sederet Bank Genjot Bisnis Kredit Pensiunan
Hingga Maret 2025, outstanding kredit channeling Bank Raya lewat produk Pinang Connect mencapai Rp 61,2 miliar. Angka ini mencakup 3,9% dari total kredit digital Bank Raya sebesar Rp 2,36 triliun.
Direktur Keuangan Bank Raya, Rustarti Suri Pertiwi mengatakan, pihaknya masih memandang prospek bisnis lewat skema ini prospektif.
“Dengan melihat potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk potensi pertumbuhan segmen UMKM, kami melihat tren pertumbuhan positif di industri untuk pertumbuhan kredit perbankan termasuk kredit channeling ini,” ujar Tiwi.
Namun dalam memilih partnernya, Bank Raya punya indikator penentuan kualitas partner yang didasari pada rasio keberhasilan borrower tidak lebih dari 90 hari sejak jatuh tempo (TKB90), rasio bisnis fintech tersebut, dan kesesuaian rencana bisnis dengan Bank Raya.
Adapun di periode tersebut, rasio non performing loan (NPL) kredit digital Bank Raya tercatat sebesar 3,7%, turun dibanding periode sama tahun sebelumnya yakni 4,28%. Sementara, coverage provisi-nya mencapai 390% dari sebelumnya 332%.
“Ke depannya, Bank Raya tetap melihat adanya potensi peningkatan kerja sama dengan fintech dengan tetap memperhatikan standar risiko yang berlaku,” kata Tiwi.
PT Bank Central Asia Digital juga punya portofolio kredit channeling ke fintech. Hanya saja, Direktur Utamanya, Lanny Budiati, enggan merinci angkanya lebih lanjut.
Namun bila melansir catatan keuangannya, BCA Digital telah mengalirkan kredit sebesar Rp 8,96 triliun di bulan April 2025, melesat 91% YoY dari Rp 4,69 triliun di bulan April tahun sebelumnya.
Kendati begitu, Lanny memastikan BCA Digital menerapkan strategi mitigasi risiko yang ketat dalam menyalurkan kredit ke fintech. “BCA Digital konsisten melakukan assessment yang prudent terhadap fintech P2P beserta industrinya sejak dari tahap penjajakan,” ujar Lanny.
Baca Juga: Kualitas Kredit Perbankan Indonesia Berpotensi Turun, Bagaimana di Negara Tetangga?
Selain itu, BCA Digital kata Lanny juga terus awas pada pergerakan NPL dari seluruh portofolio kreditnya dan memastikan penerapan manajemen risiko yang memadai.
Memang, hal ini dinilai sangat perlu oleh Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda. Sebab menurut dia, fintech punya risiko gagal bayar yang tinggi.
Baru-baru ini saja muncul isu gagal bayar yang menjerat fintech PT Akselerasi Usaha Indonesia (Akseleran) dan PT Investree Radhika Jaya (Investree).
Namun Nailul memaklumi, bisnis kredit channeling ini memang sangat menguntungkan perbankan. Sebab, bank menurutnya tak perlu menguras kantong untuk pengecekan biaya SLIK, pengecekan aset, dan lainnya sebelum menyalurkan pendanaan ke fintech. Pengembaliannya pun lebih tinggi dibandingkan dengan di perbankan.
“Saat ini, 60 persen uang lender berasal dari perbankan. Jadi peran perbankan semakin sentral dalam pinjaman daring,” kata Nailul.
Selanjutnya: Peserta Aksi Damai Kawal Seleksi Dewan Energi Nasional, Serukan 5 Tuntutan
Menarik Dibaca: Peserta Aksi Damai Kawal Seleksi Dewan Energi Nasional, Serukan 5 Tuntutan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News