Reporter: Adrianus Octaviano, Yuliana Hema | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selain permasalahan likuiditas, perbankan Indonesia dihadapkan pada bayang-bayang pemburukan kualitas kredit. Terlebih, kondisi ekonomi makro maupun domestik dapat mempengaruhi kualitas kredit yang kini sudah mulai terlihat memburuk.
Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NPL Gross perbankan Indonesia per April 2025 mengalami kenaikan menjadi 2,24%. Sebagai perbandingan, pada Maret 2025, NPL Gross perbankan Indonesia masih berada di level 2,17% dan pada Desember 2024, NPL Gross-nya jauh lebih rendah di level 2,08%.
Menariknya, kualitas kredit perbankan di Indonesia tidak lebih baik dibandingkan negara-negara tetangga. Dalam hal ini, rasio NPL perbankan tanah air tercatat lebih tinggi dari negara-negara seperti Singapura dan Malaysia.
Adapun, pada Maret 2025, NPL gross perbankan di Singapura berada di level 1,22%. Sementara itu, rasio pinjaman bermasalah bruto untuk Malaysia berada di kisaran 1,4% turun dari bulan Februari 2025 yang berada di level 1,5%.
Di sisi lain, NPL perbankan Indonesia tercatat lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara seperti Filipina maupun Thailand. Di mana, kedua negara tersebut memiliki NPL gross masing-masing 3,3% dan 2,9%.
Baca Juga: BSI Genjot Ekosistem Halal dan Layanan Bullion Bank Lewat BSI International Expo 2025
Direktur Utama Maybank Indonesia Steffano Ridwan pun membenarkan bahwa kredit macet di Indonesia memang tercatat lebih tinggi dibandingkan beberapa negara lain. Hal tersebut setidaknya tercermin dari Grup Maybank yang ada di Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Dalam hal ini, Maybank menggunakan rasio Gross Impaired Loans (GIL) untuk melihat kredit bermasalahnya. Secara berurutan, GIL Maybank Malaysia, Singapura dan Indonesia masing-masing sebesar 1,15%, 0,49%, dan 4,02%.
Steffano pun menjelaskan bahwa NPL bank tentunya bisa berbeda tergantung jenis dan segmen nasabah yang menjadi target. Menurutnya, bank yang fokus di segmen ritel dan mikro tentunya akan memiliki NPL yang lebih besar dibandingkan oleh bank yang fokus ke korporasi besar.
“Di Indonesia karena kita memiliki jumlah populasi yang besar (ritel) dan juga besarnya bisnis mikro (UMKM), tentunya NPL bank di Indonesia secara umum akan lebih tinggi,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama PT Bank Victoria International Tbk Rusli pun mengungkapkan bahwa bukan berarti NPL perbankan di Indonesia tidak bisa bersaing dengan negara-negara lain. Meskipun, hal tersebut tak akan terealisasi dengan mudah.
Ia bilang salah satu kunci yang perlu dilakukan adalah peningkatan kualitas perekonomian domestik. Menurutnya, saat ini perekonomian domestik di Indonesia hanya mengandalkan peran pemerintah dan kurang memberi ruang bagi pihak swasta.
Baca Juga: BRI Terbitkan Social Bond senilai Rp 5 Triliun untuk Dukung Pembiayaan Berkelanjutan
Lebih lanjut, Rusli berpendapat pihak swasta perlu diberi ruang kompetisi yang cukup bagus. Dengan harapan, bisa melahirkan beberapa pelaku bisnis swasta yang memang benar-benar berkualitas.
“Tidak seperti yang sekarang dengan adanya isu KKN, kalau itu hilang nanti otomatis NPL daripada industri perbankan itu bisa bersaing di rencana global,” ujarnya.
Presiden Direktur PT Deloitte Konsultan Indonesia Brian Indradjaja mengungkapkan bahwa selama ini memang NPL perbankan di Indonesia tercatat lebih tinggi dibandingkan beberapa negara. Dalam hal ini, ia menyoroti terkhusus NPL ritel di Indonesia.
“NPL-nya bank-bank di Indonesia itu, it's beyond control ya. NPL-nya itu sudah rusak gitu beberapa,” ujar Brian belum lama ini.
Oleh karenanya, ia pun mengungkapkan perlu ada perbaikan agar NPL ini bisa kembali lebih sehat. Di sisi lain, Brian juga beberapa bank mulai menahan kredit ritelnya karena memang saat ini kondisi daya beli juga sedang menurun sembari menjaga kualitas kredit tersebut.
Selanjutnya: Industri Rokok Setop Beli Tembakau Petani Temanggung, Ekonomi Lokal Bakal Tertekan
Menarik Dibaca: 5 Zodiak Paling Manipulatif yang Pandai Memengaruhi Orang Lain, Siapa Saja?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News