Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Para bankir harus bekerja ekstra hingga akhir tahun nanti. Pasalnya, potret makro perekonomian masih tak menentu. Terbaru, pertumbuhan ekonomi direvisi menjadi 5,1%-5,5%, dari proyeksi sebelumnya 5,5%-5,9%.
Revisi pertumbuhan ini menciutkan nyali bankir. Kekhawatiran bankir, perlambatan ekonomi menurunkan permintaan kredit. Dampak lain, kemampuan nasabah mencicil utang terganggu. Ujungnya, terjadi peningkatan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL),
Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Bank Mandiri, menilai, NPL berpotesi naik. Tapi, proyeksi Mandiri, kenaikan NPL kurang dari 100 basis poin (bps) atau 1%. Hitungan Mandiri, kenaikan NPL 1% itu sudah memasukkan skenario terburuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Mengantipasi perubahan situasi perekonomian, Mandiri menjaga ketat rasio NPL gross di bawah 2%. "Pelemahan ekonomi pasti akan berdampak pada kenaikan NPL, tapi tidak akan tinggi dan itu masih dapat dimitigasi," kata Budi, Senin (12/5).
Strategi Mandiri adalah mengerem laju pertumbuhan kredit di kisaran 15%-17%, sesuai instruksi Bank Indonesia (BI). Mandiri jugalebih selektif dalam mengucurkan kredit. NP gross Mandiri di kuartal I sebesar 2,08%, naik dari 2,07% di tahun sebelumnya.
Eko Budiwiyono, Direktur Utama Bank DKI Jakarta, menilai, kenaikan NPL berpotensi terjadi pada sektor sektor pertambangan seperti batu bara. "Kami mewaspadai penyaluran kredit pada sektor pertambangan karena ada risiko," kata Eko.
Hitungan Bank DKI, kenaikan NPL sektor pertambangan tidak berpengaruh signifikan. Sebab, porsi kredit pertambangan masih di bawah 5% dari total kredit Bank DKI. Saat ini, NPL gross Bank DKI sebesar 2,5%. "Dengan pertumbuhan kredit sebesar 27%, kami harapkan NPL bisa tetap terjaga," tambahnya.
Tren kenaikan NPL selaras dengan tebakan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) memprediksi, rasio NPL berpotensi naik sebesar 0,5% - 1% di semester I tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News