Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah mulai mereda. Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 21.10 semalam (10/12), nilai tukar rupiah sudah menguat di posisi Rp 10.925 per US$. Dibandingkan kurs rupiah Rabu (3/12) yang Rp 12.235 per US$, nilai tukar rupiah sudah menguat 11,99% hanya dalam waktu sepekan.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono menilai, posisi suplai dan permintaan rupiah tidak lagi sejomplang sebelumnya. Ini karena pasokan dolar di pasar sudah mulai deras. "Inilah yang mendorong penguatan nilai tukar rupiah," ujarnya, kemarin (10/12).
Boediono juga yakin, kurs rupiah yang mulai stabil merupakan buah dari berbagai kebijakan BI yang mempersulit perdagangan valuta, terutama yang bersifat spekulasi. Karena pembatasan itu, permintaan dolar turun, dan pada gilirannya kurs rupiah mulai anteng. "Kebijakan BI berhasil menyeimbangkan suplai dan demand di pasar," ujar Boediono senang.
Namun, Deputi Gubernur BI Hartadi A Sarwono menambahi, BI belum bisa menilai di mana titik keseimbangan baru nilai tukar rupiah. "Pergerakan rupiah masih sangat dipengaruhi faktor eksternal," ujarnya.
Ekonom PT Bank Central Asia (BCA) Tbk David Sumual menilai, penguatan rupiah merupakan hal wajar. Sebab, investor asing mulai kembali ke Indonesia dan membeli rupiah lagi. "Dibandingkan negara-negara tetangga, Indonesia paling menarik," ulasnya. Salah satu faktor yang membuat Indonesia manarik karena fundamental ekonomi Indonesia masih baik.
Menurut David, dana asing ini banyak masuk kembali melalui Surat Utang Negara (SUN). "Dulu, persepsi mereka Indonesia tidak aman karena tidak ada blanket guarantee. Sekarang mereka masuk lagi karena fundamental ekonomi kita baik," ujarnya.
Managing Director Mandiri Sekuritas Mirza Adityaswara memprediksi, nilai tukar rupiah bisa menguat sampai Rp 10.500 per US$ sampai akhir tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News