kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pertumbuhan DPK perbankan diramal menciut sampai akhir tahun


Jumat, 23 Agustus 2019 / 18:45 WIB
Pertumbuhan DPK perbankan diramal menciut sampai akhir tahun
ILUSTRASI. Pelayanan Nasabah Bank jatim


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) diperkirakan masih akan terus melambat hingga akhir tahun. Paling tidak, Bank Indonesia memproyeksi DPK akan tumbuh di kisaran 7%-9% di tahun 2019 dan 8%-10% pada tahun 2020 mendatang secara year on year (yoy).

Sebelumnya, BI sempat memprediksi DPK perbankan mampu tumbuh hingga di kisaran 10%. Selain itu, arah pertumbuhan DPK tahun ini masih lebih rendah dibandingkan kredit perbankan yang diyakini mampu tumbuh dalam kisaran 10%-12% pada 2019 dan 11%-13% pada tahun 2020 mendatang.

Baca Juga: Patrick Waluyo dan Jerry Ng datang, Bank Artos akan jadi bank digital

Sejumlah bank pun mengamini hal tersebut, menurut bankir sampai saat ini likuiditas diakui masih ketat. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) mengatakan secara industri tren bunga dana terus menurun dan di saat yang bersamaan obligasi dan surat berharga memiliki imbal hasil yang lebih menarik.

"Sehingga nasabah ritel memilih investasi ke sana," ujar Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha kepada Kontan.co.id, Jumat (23/8).

Selain itu, pihaknya juga mengatakan tahun ini pertumbuhan DPK perseroan hanya akan di kisaran 12% secara yoy. Lebih rendah dibandingkan pencapaian pada akhir Juni 2019 lalu yang sempat tumbuh hingga 17% yoy.

Alasannya, lantaran persaingan dana mahal masih sengit, Bank Jatim kini memang tengah melakukan rekomposisi DPK dengan fokus menggenjot dana murah terutama tabungan. "Kami harap DPK minimal sama dan di atas 12%. Fokus rasio CASA (dana murah) di atas 70% tahun ini," lanjutnya.

Catatan saja, per Juni 2019 total rasio CASA Bank Jatim mencapai 69,62% sedikit menurun dari tahun sebelumnya 70,47%. Jika dirinci, dana tabungan tumbuh cukup deras sebesar 15,75% menjadi Rp 17,62 triliun. Meski begitu, pertumbuhan deposito masih cukup dominan dengan kenaikan sebesar 20,38% yoy.

Baca Juga: Pemerintah belum berencana menurunkan suku bunga KUR tahun depan

Selain Bank Jatim, PT Bank BRI Agroniaga Tbk juga menyerukan hal serupa. Direktur Utama BRI Agro Agus Noorsanto berpendapat Bank Indonesia memang sudah kembali menurunkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) menjadi 5,5% hal tersebut praktis akan menurunkan tensi perebutan dana dan cost of fund (CoF) di kalangan perbankan.

Namun, di sisi lain hal ini membuat pemilik dana lebih aktif mencari alternatif investasi lain yang memberikan imbal hasil lebih tinggi ketimbang deposito. "Pada akhirnya akan menekan pertumbuhan dana perbankan," katanya. Ia juga tidak memungkiri kalau saat ini persaingan dana perbankan relatif masih cukup ketat dengan permintaan suku bunga yang masih tinggi dari para pemilik dana.

Kendati demikian, anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) ini masih optimis target pertumbuhan DPK sebesar 24% yoy tahun ini dapat tercapai. Tentunya melalui strategi penjaringan dana dari base customer yang tersegmentasi dan pipeline yang sudah disiapkan.

Baca Juga: Sri Mulyani yakin pemangkasan suku bunga BI jaga momentum pertumbuhan ekonomi

Sebagai informasi saja, per Juni 2019 lalu BRI Agro berhasil mencatat pertumbuhan DPK signifikan sebesar 27,03% secara yoy menjadi Rp 18,9 triliun. Dana tersebut mayoritas didominasi deposito yang mencapai Rp 16,33 triliun per akhir semester-I 2019 atau 86,4% dari total DPK.

Setali tiga uang, Perwakilan Manajemen PT Bank Woori Saudara 1906 Tbk Ruli Nova meyakini bahwa pertumbuhan DPK perbankan masih akan lebih lambat tahun ini. Hal ini dipengaruhi oleh masih belum membaiknya akselerasi pertumbuhan ekonomi dan tren melambatnya ekspor.

"Peningkatan permintaan obligasi pemerintah terutama obligasi retail juga turut mempengaruhi perlambatan laju DPK," katanya.

Pun, adanya penurunan suku bunga dana dinilai tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada persaingan dana di pasar. Ruli juga menegaskan, jika kondisi ekonomi relatif stabil atau belum terakselerasi maka likuiditas terutama DPK perbankan dipastikan akan semakin mengetat.

Baca Juga: Perbankan meracik strategi untuk memacu kredit ekspor-impor di tengah perang dagang

Kendati demikian, BWS optimis DPK perseroan di tahun ini masih akan lebih tinggi dari target rata-rata perbankan nasional.

Sebagai tambahan informasi, per Juni 2019 lalu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total DPK perbankan umum nasional sudah mencapai Rp 5.799,4 triliun atau baru tumbuh 7,42% yoy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×