Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Seiring dengan fokus pemerintah yang akan menggenjot pembangunan infrastruktur dalan negeri, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) juga semakin optimistis. PII menargetkan pendapatan hingga Rp 650 miliar tahun ini.
Berdasarkan laporan keuangan yang belum diaudit, pendapatan PII mencapai lebih dari Rp 500 miliar di 2014. Berarti, PII membidik pertumbuhan pendapatan hingga 30% di Tahun Kambing Kayu ini. "Target 2015 di atas Rp 650 miliar. Insya Allah bisa tercapai," kata Armand Hermawan, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PII.
Armand berharap, perolehan pendapatan perusahaan tahun ini mayoritas akan berasal dari empat proyek penjaminan yang telah memasuki tahap finalisasi, yakni proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa Tengah yang sedang menunggu perolehan pembiayaan, proyek PLTU Mulut Tambang Sumsel IX dan X yang telah memasuki tahap penjajakan, serta proyek sistem penyediaan air minum Bandar Lampung yang diharapkan dapat diteken tahun ini. "Semua bisa selesai tahun ini sehingga dapat berkontribusi ke pendapatan," katanya.
Pendapatan PII tahun lalu naik 27,23% ketimbang tahun 2013 yang berkisar Rp 392,96 miliar. Dari sisi laba, hingga akhir tahun lalu, PII mampu meraup laba bersih lebih dari Rp 350 miliar atau meningkat 40,14% ketimbang tahun sebelumnya yang sebanyak Rp 249,75 miliar.
PII akan mendapat suntikan modal Rp 1,5 triliun dari pemerintah untuk pengembangan bisnis. Dengan tambahan dana ini, modal PII akan menjadi Rp 7 triliun. "Semakin besar modal, maka PII juga dapat menjamin lebih banyak proyek," imbuh Armand.
PII merupakan perusahaan yang dapat memberikan penjaminan untuk delapan sektor infrastruktur. Yakni, transportasi, jalan/jembatan tol, pengairan, air minum, air limbah dan persampahan, telekomunikasi dan informatika, listrik, serta transmisi dan/atau distribusi minyak dan gas. PII menjamin berbagai risiko infrastruktur yang mungkin timbul dalam keikutsertaan swasta pada pembangunan infrastruktur.
Misal, keterlambatan pengurusan perizinan, lisensi, perubahan peraturan perundang-undangan, ketiadaan penyesuaian tarif, serta kegagalan pengintegrasian jaringan atau fasilitas. Penjaminan tersebut dilakukan dalam skema kerjasama pemerintah swasta atau KPS. "Dengan adanya penjaminan itu, biaya swasta dari proyek infrastruktur turun, risiko berkurang," kata Armand.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News