Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak diluncurkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 11 Tahun 2020 terkait restrukturisasi pada akhir kuartal I tahun ini, regulator mencatat ada sebanyak Rp 878,57 triliun kredit yang telah direstrukturisasi perbankan. Nilai tersebut tercatat per 7 September 2020.
Dari jumlah tersebut, setidaknya ada 3,78 debitur perbankan yang telah memperoleh keringanan kredit. Sejatinya, POJK 11 Tahun 2020 ini dikeluarkan OJK untuk meredam dampak perlambatan ekonomi akibat Covid-19 di sektor perbankan.
Pun, menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, angka restrukturisasi perbankan berangsur melandai. "Ini terus moving (bergerak) namun magnitude-nya sudah semakin rendah,/' terang Wimboh dalam Webinar di Jakarta, Jumat (25/9) lalu.
Baca Juga: OJK: Restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 884,5 triliun
Dia juga menambahkan, dari jumlah restrukturisasi itu mayoritas diberikan kepada debitur UMKM sebesar Rp 359,11 juta triliun atau 5,82 juta debitur. Sementara sisanya sebesar Rp 519,46 triliun disalurkan kepada 1,44 juta debitur non-UMKM.
Nah, POJK 11 tersebut dalam sebenarnya berlaku hanya hingga akhir Maret 2021 saja. Namun, Wimboh mengatakan pihaknya sudah melakukan diskusi dengan Himpunan Bank Milik Negara (Hinbara) dan industri perbankan untuk mempertimbangkan perpanjangan relaksasi kredit kepada debitur.
Hasilnya, OJK pun sepakat untuk memperpanjang aturan tersebut bila dibutuhkan. "Tinggal bagaimana eksekusinya. Kalau ada nasabah yang jatuh tempo Februari 2020, perpanjang saja," terangnya.
Tetapi, OJK juga memandang, bahwa perpanjangan program restrukturisasi kredit ini bisa menggerus kemampuan bank mencetak laba (profitabilitas). Sebab, bila debitur mendapatkan restrukturisasi tentunya perbankan tidak akan mendapatkan pembayaran bunga atau pokok pinjaman dari debitur, seperti dalam kondisi normal.
Hal ini pun digarisbawahi Wimboh, pihaknya meminta agar seluruh perbankan memantau perkembangan profitabilitas. "Profit dan loss tolong dipantau setiap bulan. Sehingga bisa dilihat betul. Hika mengalami kontraksi, tolong simulasikan agar tidak terlalu dalam," tegasnya.
Sebab, menurut catatan OJK di bulan Agustus 2020, laba sebelum pajak industri perbankan sudah mengalami kontraksi 18,36% secara tahunan (year on year/yoy). Pun posisi margin bunga bersih (net interest margin) terus melandai hingga ke level 4,44% di bulan Juli 2020.
Walau begitu, OJK memandang hal tersebut wajar-wajar saja. Sebab, penurunan pendapatan bank dalam situasi pandemi, sulit untuk menutup biaya-biaya yang mesti dikeluarkan, terutama biaya bunga.
Memandang hal itu, beberapa pihak terutama bankir, setuju-setuju saja apabila POJK 11 ini diperpanjang. Menurut Direktur Utama PT Bank Panin Tbk Herwidayatmo sah-sah saja bila OJK memutuskan untuk memperpanjang aturan tersebut.
Baca Juga: Meski ada POJK, NPL Maybank naik tinggi per Juni 2020