Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) memberlakukan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit atawa prime lending rate di 14 bank besar diperkirakan akan menimbulkan dampak negatif. Kebijakan itu bisa merugikan bank kecil. Penyebabnya, bakal terjadi perpindahan debitur dari bank-bank kecil ke bank beraset lebih dari Rp 10 triliun.
Pengamat perbankan, Aviliani bilang, kebijakan itu akan menyebabkan bank-bank besar lebih kompetitif memberikan suku bunga pinjaman ke nasabah. "Tentu saja, nasabah akan lebih suka meminjam dana di bank yang bunganya bersaing bukan," kata Aviliani, kemarin.
Imbasnya, bakal terjadi penurunan rasio pinjaman terhadap simpanan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) di bank-bank kecil. Bank kecil bakal kesulitan memberikan kredit, sementara dana simpanan masyarakat terus menambah. Oleh karena itu, ia berharap bank sentral juga menyiapkan solusi masalah ini. "Selama ini banyak bank kecil yang LDR-nya mendekati 100%, itu bisa turun, sehingga kegiatan bank dalam penyaluran pinjaman tidak lancar," jelas Aviliani.
Selain itu, mestinya kebijakan ini lebih dipublikasikan ke masyarakat. Ini mengingat, banyak masyarakat yang belum paham makna prime lending rate. "Masyarakat menilai, SBDK itu bunga kredit," ujarnya. Padahal, SBDK merupakan bunga dasar yang belum ditambah risiko bunga kredit. Risiko itu berbeda-beda tergantung kemampuan dan kondisi debitur.
Informasi saja, SBDK merupakan hasil perhitungan dari tiga komponen. Itu terdiri dari perhitungan Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK), lalu biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit, serta marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan. BI mengeluarkan kebijakan itu untuk menurunkan bunga kredit yang masih tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News