kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Regulator Rilis POJK 11 tahun 2022, Begini Respons Bank Mandiri


Kamis, 04 Agustus 2022 / 19:59 WIB
Regulator Rilis POJK 11 tahun 2022, Begini Respons Bank Mandiri
ILUSTRASI. Petugas teller melayani nasabah di kantor cabang Bank Mandiri Bintaro Tangerang Selatan, Senin (9/8). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/09/08/2021,


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan aturan penyelenggaraan teknologi informasi oleh bank umum yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2022. Ini merupakan tindak lanjut dari cetak biru transformasi digital perbankan.

Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi AS Aturridha menyambut baik kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai upaya menjaga keamanan serta penguatan operasional teknologi informasi sebagaimana tertuang dalam POJK No.11/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.

"Hal tersebut juga selaras dengan strategi transformasi digital Bank Mandiri dalam rangka menyediakan solusi keuangan bagi nasabah termasuk mendorong inklusi keuangan di Indonesia," ujarnya kepada Kontan.co.id pada Kamis (4/8).

Lanjutnya, dalam upaya akselerasi digital, Bank Mandiri juga telah menerapkan prinsip prudensial, antara lain kecakapan dan kesiapan sistem teknologi informasi untuk menunjang keamanan dan kenyamanan transaksi keuangan nasabah. Termasuk dari sisi kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program Mandirian Siap Jadi Digital.

Baca Juga: Temui Wapres, Ini yang Disampaikan Jajaran Dewan Komisioner OJK

Adapun, dalam menyiapkan SDM agar tetap relevan terhadap perkembangan digital, Rudi bilang Bank Mandiri juga menerapkan prinsip No One Left Behing, yakni tidak ada peran dari Mandirian yang terpinggirkan.

Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat mengatakan aturan penyelenggaraan teknologi informasi ini sangat relevan karena perkembangan digital banking dengan seluruh infrastruktur yang menyertainya akan memicu tantangan tersendiri dalam transformasi bank digital ke depan.

Penggunaan teknologi informasi secara masif akan meningkatkan risiko serangan siber yang juga dapat berakibat pada pencurian data nasabah. 

"Bank juga perlu memperhatikan potensi risiko yang belum pernah terjadi sebelumnya antara lain security and system failure risk, digital black-out, maupun potensi sistemik akibat digital bank-run," kata Teguh.

Berdasarkan data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), lanjut Teguh, sektor keuangan dan utamanya perbankan, merupakan sektor yang berisiko tinggi menjadi target serangan siber. Diantara kasus serangan yang dominan antara lain serangan ransomware dan phishing

Baca Juga: Hingga Semester I, Pendapatan Komisi BRI Naik 7,8%

Oleh karena itu untuk meningkatkan resiliensi sektor perbankan atas berbagai pola baru serangan siber, bank perlu melakukan berbagai upaya untuk menjaga ketahanan dan keamanan siber secara berkelanjutan.

Beberapa hal yang dapat dilakukan bank antara lain dengan melakukan pengujian keamanan siber, penilaian sendiri atas tingkat maturitas keamanan siber serta pelaporan insiden siber.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×