kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Relaksasi Restrukturisasi Kredit Berakhir, Bank Pertebal Pencadangan


Minggu, 09 April 2023 / 15:27 WIB
Relaksasi Restrukturisasi Kredit Berakhir, Bank Pertebal Pencadangan
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi keuangan di salah satu bank anggota Himbara di Bintaro, Tangerang Selatan, banten, Senin (20/3/2023). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/20/03/2023.


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perbankan terus memperkuat pencadangan, hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas kredit karena kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit covid-19 yang telah berakhir pada Maret 2023.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai restrukturisasi kredit perbankan sebesar Rp 427,7 triliun per Februari 2023. Adapun penyaluran restrukturisasi setara jumlah debitur restrukturisasi Covid-19 sebanyak 1,93 juta nasabah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, penurunan kredit restrukturisasi Covid-19 menunjukkan sudah terjadinya pemulihan ekonomi masyarakat. Meski begitu, OJK disebut akan terus memonitor dan memastikan berhentinya kebijakan restrukturisasi tidak mengganggu kredit bermasalah perbankan. 

OJK pun meminta perbankan untuk menyiapkan pencadangan seiring berhentinya kebijakan restrukturisasi.

Baca Juga: Begini Target Penyaluran Kredit Investasi BRI di Tahun 2023

“Bank-bank juga memperhatikan portofolio surat berharga negara dan mendorong pengelolaan likuiditas yang terkendali imbas kenaikan suku bunga acuan global,” katanya belum lama ini.

Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai, imbauan OJK terkait hal tersebut merupakan langkah kewaspadaan setelah apa yang terjadi dengan bank kolaps di Amerika dan Eropa, maka bank di Indonesia perlu lebih hati-hati.

"Dengan meningkatnya pencadangan akan menekan kinerja namun bank dapat lebih sehat dan kuat," ujar Trioksa kepada kontan.co.id, Minggu (9/4).

Menurutnya, strategi yang perlu dilakukan bank adalah lebih berhati-hati dan selektif dalam menyalurkan kredit serta memperkuat monitoring kredit sehingga kualitas kredit dapat tetap terjaga dan Non Performing Loan (NPL) dapat dijaga rendah.

Pengamat Perbankan Paul Sutaryono juga mengatakan, bahwa program restrukturisasi kredit diperpanjang hingga 31 Maret 2024 untuk sektor tertentu. Sebut saja, sektor UMKM, sektor penyediaan akomodasi makan dan minum dan sektor yang menyerap banyak tenaga kerja seperti tekstil dan produk tekstil (TPT). 

"Meski demikian, bank wajib mengerek cadangan setinggi mungkin. Hal itu penting untuk menyerap potensi risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional dan risiko likuiditas," ujarnya.

Selain itu, kata Paul bank pun wajib meningkatkan kualitas kredit, yakni dengan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Dengan demikian, NPL makin dapat terkendali.

Sebut saja Bank Mandiri, akan memperkuat pencadangan untuk menjaga kualitas kredit. Perseroan telah melakukan pencadangan kredit (CKPN) secara prudent yang sesuai dengan profil risiko debitur dan proyeksi kualitas kredit.

"Khusus untuk portofolio restrukturisasi Covid, Bank telah melakukan pembentukan CKPN sebesar Rp 5,3 triliun pada posisi Februari 2023, yang setara dengan NPL coverage Covid sekitar 300% yang menurut kami sangat memadai," kata Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin.

Siddik menjelaskan, berdasarkan evaluasi, sebagian besar portofolio Restrukturisasi Covid telah menunjukkan perbaikan dan diperkirakan akan survive serta mampu kembali membayar kewajiban keuangannya. 

Baca Juga: BTN Sediakan Uang Tunai Rp 25,8 Triliun untuk Kebutuhan Nasabah pada Lebaran 2023

Namun dalam menghadapi potensi penurunan kualitas kredit, Bank terus memantau secara ketat kondisi usaha debitur, antara lain melalui indikator Early Warning Signal atau Watch List, serta memantau pemenuhan kewajiban kepada bank, khususnya bagi debitur Restrukturisasi Covid.

Untuk diketahui, pada Februari 2023, portofolio Restrukturisasi Covid Bank Mandiri adalah sebesar Rp 32,9 triliun, telah jauh menurun dibandingkan posisi tertinggi di Juni 2021 sebesar Rp 96,5 triliun dan telah melandai dari posisi Desember 2022 sebesar Rp 36 triliun.

"Kualitas portofolio Restrukturisasi Covid  menunjukkan kondisi yang cukup menggembirakan, di mana 82,5% dari portofolio restrukturisasi Covid berada pada kolektibilitas 1, sebesar 12,2% kolektibiltas 2, dan hanya 5,3% berstatus NPL," jelasnya.

Mengacu pada Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor 34/KDK.03/2022, sekitar 70% dari portfolio Restrukturisasi Covid Bank Mandiri tidak memenuhi kriteria sektoral ataupun wilayah untuk mendapatkan perpanjangan Restrukturisasi Covid secara selektif.

Namun dari jumlah tersebut, hanya sekitar 3-4% yang berpotensi gagal bayar setelah Maret 2023, sisanya diperkirakan akan dapat kembali normal. Apabila terdapat debitur yang masih memerlukan restrukturisasi lanjutan, maka debitur akan direstrukturisasi dengan skema restrukturisasi non-covid/reguler.

Di sisi lain, sekitar 85% debitur-debitur portfolio Restrukturisasi Covid Bank Mandiri diperkirakan telah dapat melakukan pembayaran kewajibannya. Hal ini menggambarkan perbaikan kondisi usaha dan kemampuan memenuhi kewajiban pembayaran kredit.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×