Reporter: Ferrika Sari | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indolife Pensiontama siap menjadi pembeli siaga (standby buyer) rights issue PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA). Hal ini sebagai strategi Indolife untuk mempertahankan posisi Bank Ina di industri perbankan.
Terlebih, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan modal inti minimum bank umum sebesar Rp 2 triliun pada akhir 2021. Sementara sampai akhir September 2021, modal inti Bank Ina Perdana baru menyentuh Rp 1,15 triliun.
Maka itu, Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana menilai, wajar jika Indolife Pensiontama menyuntikkan modal ke Bank Ina melalui skema rights issue. Hal ini untuk menjaga keberlangsungan bisnis Bank Ina.
"Tahun ini bank harus memiliki modal inti Rp 2 triliun, atau akan turun menjadi BPR," kata Wawan, Jumat (16/1).
Baca Juga: Konglomerat yang jadi bandar bank kecil bertambah, bagaimana prospeknya?
Indolife merupakan pemegang saham pengendali Bank Ina. Perusahaan asuransi ini memiliki 1,27 miliar saham atau setara 22,47% dari total saham Bank Ina. Kepemilikan saham Indolife berpotensi bertambah jika pemegang saham lain tidak mengambil haknya dalam rights issue ini.
Indolife Pensiontama juga merupakan perusahaan keuangan milik Salim Group. Melalui aksi korporasi tersebut, membuka peluang kolaborasi Bank Ina dengan perusahaan Salim Group lain, termasuk bank dan asuransi.
"Untuk kolaborasi tentu mengarah ke sana, karena tren saat ini adalah membentuk ekosistem finansial. Bisa di antara grup sendiri atau nanti bekerja sama dengan pihak lain," kata Wawan.
Bank Ina mematok harga pelaksanaan rights issue sebesar Rp 4.200 per saham dan menawarkan 282,71 juta lembar dengan nominal Rp 100 per saham. Dengan begitu, dana yang terkumpul bisa mencapai Rp 1,18 triliun.
Berdasarkan prospektus rights issue yang diterbitkan, Selasa (23/11), PT Indolife Pensiontama sebagai pemegang saham pengendali perseroan telah menyatakan akan mengeksekusi haknya dalam rights issue ini.
Rencananya, dana hasil rights issue akan digunakan untuk modal kerja terkait pelaksanaan kegiatan operasional serta pengembangan usaha. Hal ini sesuai dengan strategi Bank Ina untuk menerapkan digitalisasi dalam proses bisnis.
Pengembangan usaha tersebut masuk kategori belanja operasional (Opex). Bank Ina akan melakukan pengembangan digitalisasi melalui kerja sama layanan terkelola dengan vendor (pihak ketiga) sehingga bank tidak berinvestasi langsung dengan membeli aset atau peralatan.
Ditambah biaya teknologi informasi (TI) untuk pengembangan digitalisasi, terutama lisensi perangkat lunak bersifat berlanggan dan infrastruktur yang bekerja sama dengan penyedia cloud dan penyedia layanan terkelola.
Baca Juga: Bank Ina Perdana (BINA) patok harga rights sssue Rp 4.200 per saham
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News