Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seiring dengan ketatnya persaingan dan pesatnya perkembangan teknologi, bisnis uang elektronik perbankan mulai tergerus. Sebabnya, saat ini mayoritas perbankan masih mengandalkan uang elektronik chip based atau berbasis kartu.
Sementara secara industri, perkembangan uang elektronik berbasis server tumbuh sangat cepat.
Baca Juga: Belum capai target, Sarimelati Kencana (PZZA) genjot pembukaan gerai baru
Disrupsi ini pun mulai nampak, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan per September 2019 total dana floating (saldo) uang elektronik perbankan mengalami penurunan sebesar 8,9% secara year on year (yoy) menjadi sebesar Rp 2,3 triliun.
Padahal pada periode bulan Agustus 2019, saldo uang elektronik yang diterbitkan perbankan masih tetap mengalami peningkatan kendati tipis sebesar 2,4% secara yoy. Hal ini menunjukkan dalam kurun waktu satu bulan atau month on month (mom) dana floating uang elektronik perbankan turun sebesar Rp 200 miliar.
Kendati demikian, salah satu bank pemain uang elektronik terbesar di Tanah Air yakni PT Bank Mandiri Tbk menyatakan pihaknya masih mencatatkan kenaikan dari segi saldo.
Senior Vice President Transcation Banking and Retail Sales Bank Mandiri Thomas Wahyudi menyebut sampai dengan September 2019 total dana alias saldo uang elektronik perseroan yakni e-money masih mencapai Rp 1 triliun. Pun, angka tersebut mengalami peningkatan cukup tinggi yakni sebesar 25,44% secara tahunan.
Thomas mengatakan tren tersebut utamanya disebabkan masih sangat tingginya kebutuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran transportasi terutama jalan tol menggunakan kartu uang elektronik. Terbukti, hingga kuartal III 2019 lalu dari total kartu Mandiri e-money yang beredar sebanyak 19 juta kartu, transaksi per bulan September 2019 sudah lebih dari 863 juta transaksi.
Baca Juga: Diisi ANZ Group dan Panin Financial, Bank Panin kini dikuasai oleh dua pengendali
"Dengan total transaksi top up e-money sebesar 96,3 juta," katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (7/11). Transaksi top up atau isi ulang saldo e-money pun menurutnya turut mengalami peningkatan sebesar 10% dibandingkan periode yang sama tahun 2018.
Selain dari jalan tol, transaksi e-money juga banyak disumbang dari pembayaran parkir (secure parking, angkasa pura, parkir Railink Bandara, dan parkir DKI).
Tak hanya itu, pembayaran transportasi umum seperti KRL, TransJakarta dan MRT juga ikut menyumbang pertumbuhan transaksi e-money. "Beberapa transaksi belanja di minimarket, pembelian bensin di SPBU Pertamina juga ikut menyumbang," lanjutnya
Melihat tren penurunan dana floating uang elektronik yang menurun secara industri, bank berlogo pita emas ini memandang hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh meningkatnya titik akseptasi uang elektronik, yang membuat penggunaan UE ikut meningkat dan tak hanya di perbankan saja.
Pun, menurutnya uang elektronik server based memang memiliki beberapa keunggulan dibanding uang elektronik berbasis kartu seperti lebih banyaknya jumlah merchant dan semakin tingginya kebutuhan transaksi masyarakat.
Baca Juga: Fintech aggregator AturDuit catatkan 12 juta pengguna per tahun
Sementara itu, Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Santoso Liem juga menyerukan hal serupa. Menurut catatan perusahaan, faktanya total transaksi uang elektronik BCA yang terdiri dari Flazz, Sakuku, KlikPay dan OneKlik tetap mengalami peningkatan.
"Transaksi uang elektronik BCA meningkat 60% jika dibandingkan dengan tahun lalu," terangnya. Bank swasta terbesar di Tanah Air ini juga menyatakan dari jumlah tersebut, sebanyak 98% berasal dari transaksi Flazz.
Santoso menambahkan, dari sisi nilai transaksi keseluruhan uang elektronik BCA juga ikut mengalami pertumbuhan hingga mencapai 59% secara yoy mencapai sebesar Rp 8 triliun. Dari nilai tersebut, sebanyak 63% bersumber dari transaksi Flazz yang didominasi sektor transportasi.
Setali tiga uang, Sri Indira, General Manager Electronic Banking PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) memandang bahwa penurunan jumlah saldo uang elektronik perbankan kemungkinan besar disebabkan adanya peralihan transaksi masyarakat ke uang elektronik berbasis server.
Namun, pihaknya tidak khawatir bahwa hal tersebut bakal mengganggu bisnis bank, sebab menurutnya ada beberapa titik pembayaran yang masih belum bisa menggunakan uang elektronik berbasis server.
Baca Juga: Jelang deadline, OJK menyebut masih ada sepuluh multifinance bermodal cekak
Namun, bank berlogo 46 ini tidak menampik bahwa penurunan alias peralihan dana uang elektronik ini akan terus berlanjut ke depannya. Hal ini disebabkan mulai bergesernya kebutuhan transaksi masyarakat sehari-hari. "Pasti (berlanjut) lihat saja dalam kehidupan sehari-hari. Tergantung aplikasi di masyarakat," ujarnya.
Sebagai informasi saja, per September 2019 jumlah kartu uang elektronik yang dikeluarkan oleh BNI sudah mencapai 6 juta kartu atau mengalami peningkatan sebesar 42% dari tahun sebelumnya sebanyak 4,23 juta.
Dari jumlah tersebut, total transaksi masih meningkat 13,9% yoy menjadi 44 juta transaksi dengan nilai transaksi menembus Rp 873 miliar atau naik 46,8% yoy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News