Reporter: Christine Novita Nababan, Yuliani Maimuntarsih | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Penerbitan beleid tarif premi dan ketentuan biaya akuisisi asuransi kendaraan bermotor dan properti terus menuai kritik. Setelah industri multifinance, kini giliran pialang asuransi dan reasuransi yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) yang meminta penundaan. Padahal, pelaksanaannya akan berjalan dalam hitungan hari ke depan.
Apparindo merasa pihaknya dianak-tirikan. Soalnya, kelahiran aturan baru di industri asuransi tersebut suka tidak suka ikut mengikat aturan main pialang asuransi dan reasuransi. “Kami tidak diajak diskusi, tiba-tiba ada ketentuan baru. Kami kan punya tanggungjawab juga kepada tertanggung, termasuk untuk menyosialisasikannya,” ujar Nanan Ginanjar, Ketua Umum Apparindo, Rabu (29/1).
Tidak hanya itu, sejumlah poin dalam Surat Edaran Nomor 6/D.05/2013 yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kata Nanan, juga mengerdilkan peran pialang. Salah satunya menyangkut ketentuan batas maksimal biaya akuisi atawa komisi yang boleh dipungut perbankan dan perusahaan pembiayaan (multifinance), agen maupun pialang. Aturan terdahulu tidak pernah mengatur ini.
Ironis, mengingat peran perbankan dan multifinance dalam hal ini sebagai penyalur pembiayaan alias pemberi kredit bukan pialang. Meski, pada kenyataannya, banyak perusahaan asuransi atau pialang asuransi yang memberikan komisi dalam setiap penutupan risiko.
Selain menghalalkan pemungutan komisi oleh perbankan atau multifinance, ketentuan OJK juga ikut mengerdilkan peran pialang asuransi dan reasuransi. “Perbankan dan multifinance, termasuk agen boleh berperan layaknya pialang. Padahal kami harus punya izin usaha sebagai perusahaan pialang, serta sertifikat keahlian,” terang Nanan.
Apabila aturan ini tetap dijalankan, kue bisnis pialang asuransi dan reasuransi bakal semakin menciut. Kekhawatirannya, perbankan dan multifinance tidak lagi membutuhkan peran pialang demi menikmati komisi secara utuh. Nah, bahayanya, jika proses klaim tersandung masalah, tertanggung tidak memiliki pendampingan dari ahlinya.
Karenanya, Apparindo meminta penundaan sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum penerapannya diberlakukan 1 Februari 2014 mendatang. Asosiasi sendiri mengaku, telah mengirimkan surat kepada regulator. Dalam surat yang dikirimkannya ke Pengawasan Industri Keuangan Non Bank OJK tersebut, asosiasi meminta penundaan selama enam bulan.
“Apparindo mendukung penetapan tarif premi. Tetapi, beberapa poin dalam SE OJK tersebut justru mengkerdilkan peran kami sebagai pialang di bidang asuransi. Ini mengancam bisnis pialang asuransi dan reasuransi,” imbuh Nanan mewakili 172 perusahaan pialang yang sebanyak 27 pialang di antaranya menggeluti reasuransi
Sebelumnya, Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK bilang, pihaknya tidak akan segan menindak pihak mana pun yang melanggar ketentuan penetapan tarif premi. “Sanksi yang disiapkan, antara lain sanksi administratif, larangan memasarkan, uji ulang kelayakan dan kepatutan direksi, hingga pencabutan izin usaha,” tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News