Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka mendorong penyaluran kredit, tampaknya ada beberapa sektor yang bisa digenjot. Harapannya, pertumbuhan kredit di 2026 tak selambat apa yang terjadi di sepanjang tahun ini.
Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) menyebut selama ini sektor manufaktur kurang digenjot. Perbanas menilai jika sektor manufaktur mendapat kucuran kredit bisa berdampak lebih luas bagi perekonomian Tanah Air.
Sebagai gambaran, pertumbuhan kredit perbankan ke sektor manufaktur atau industri pengolahan mengalami pertumbuhan sekitar 8,46% secara tahunan per September 2025 menjadi Rp 1.256 triliun dari Rp 1.158 triliun di September 2024.
Baca Juga: Saham Big Banks Kompak Melemah Usai The Fed Pangkas Suku Bunga, Simak Rekomendasinya
Coba bandingkan dengan penyaluran kredit ke sektor pertambangan yang lebih tinggi. Pada periode yang sama, kredit ke sektor tersebut mengalami pertumbuhan hingga 19% secara tahunan menjadi Rp 406 triliun.
Memang, dari sisi kualitas aset, kredit ke sektor pertambangan memang terbilang lebih bagus dibandingkan sektor industri pengolahan. Sebagai perbandingan, rasio Non Performing Loan (NPL) sektor pertambangan ada di level 2,07% dan untuk NPL sektor industri pengolahan di level 0,7%.
Ekonom Perbanas Enrico Tanuwidjaja bilang saat ini yang membuat pelaku usaha melakukan wait and see adalah turunnya confidence yang diakibatkan oleh ketidakpastian. Namun, ia mengungkapkan seharusnya ketidakpastian tersebut harus dikontrol dengan mengarahkan domestik secara betul.
Menurut Enrico, hal tersebut bisa didorong lewat sektor manufaktur yang merupakan salah satu sektor padat karya. Oleh karenanya, Enrico menilai perlu ada kebijakan dari pemerintah, perbankan hingga pelaku usaha agar sektor manufaktur bisa digenjot.
“Karena yang sudah tinggi itu pertambangan, padahal mereka punya cash yang cukup. Menurut saya sektor lain justru perlu seperti UMKM, manufaktur, pertanian,” ujarnya.
Ketua Umum Perbanas sekaligus Direktur Utama BRI Hery Gunardi pun mengungkapkan saat ini permintaan domestik itu masih cukup tinggi. Di mana, ia melihat saat ini beberapa mal sudah mulai ramai sejak November 2025 ini.
Baca Juga: BCA Koordinasi guna Tindak Lanjut Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra
Oleh karena itu, ia bilang kondisi tersebut menunjukkan daya beli dari masyarakat masih bergerak. Artinya, ada peluang bagi sektor manufaktur yang bisa menjadi pendorong terutama menjelang Lebaran di awal tahun depan.
“Tahun depan permintaan kredit mudah-mudahan membaik, government spending naik, konsumsi masyarakat jalan,” ujarnya.
Presiden Direktur Maybank Indonesia Steffano Ridwan sependapat sektor manufaktur memang ada peluang. Namun, ia bilang tak bisa dipaksakan jika pelaku usaha belum mau ekspansi.
Di Maybank, Steffano bilang semua sektor ada batasan limitnya. Tujuannya, semua portofolio kredit terdiversifikasi dan tumbuh merata di semua sektor. “Kredit manufaktur pasti cukup besar dan kualitas asetnya bagus,” jelas Steffano.
Sementara itu, Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan bilang bank tentunya memiliki target market dan keahlian masing-masing bank. Tantangannya, sektor ini memang sepi permintaan.
“Pengusaha lebih berhati-hati untuk investasi dan ekspansi,” tandasnya.
Selanjutnya: PM Bulgaria Mengundurkan Diri Usai Protes Massal Berlangsung Berminggu-minggu
Menarik Dibaca: 18 Makanan yang Bisa Bantu Turunkan Tekanan Darah Tinggi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













