Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski baru-baru ini Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan PP 47 Tahun 2024 tentang Penghapustagihan Piutang Macet kepada UMKM, para debitur macet program Kredit Usaha Rakyat (KUR) jangan senang dulu.
Pasalnya, program KUR tidak termasuk dalam kriteria aturan yang diterbitkan tersebut.
Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Gede Edy Prasetya menegaskan bahwa KUR merupakan program pemerintah yang masih berjalan. Ditambah, program ini mendapat penjaminan pula.
“Jadi tidak mungkin dihapuskan karena di situ ada potensi subrogasi. Ya, potensi yang subrogasi yang gimana teman-teman penjamin ini sebenarnya masih bisa mendapatkan,” ujar Gede, Rabu (13/11).
Baca Juga: Kualitas NPL Kartu Kredit Sejumlah Bank Terjaga di Kuartal III-2024
Di sisi lain, Gede juga mengungkapkan bahwa saat ini posisi rasio kredit macet dari program KUR ini masih terjaga. Di mana, itu tercermin dari kredit macet ataui Non Performing Loan (NPL) KUR Per 31 Agustus 2024 yang masih berada di level 2,19%.
Tak hanya itu, ia mengungkapkan bahwa NPL KUR ini masih lebih rendah dibandingkan NPL Kredit UMKM secara keseluruhan. Di mana, pada periode yang sama NPL KUR UMKM ada di level 4,06%.
Meski demikian, NPL KUR secara nasional sedikit mengalami kenaikan dibandingkan pada masa pandemi Covid-19 yang paling tinggi di level 1,24%. Namun, itu juga karena ada kebijakan restrukturisasi kredit di masa pandemi.
Baca Juga: Risiko Kredit Macet Tetap Mengintai Perbankan, Meski Rasio NPL Membaik
“Kami lihat yang dari satu dekade ini ya, pasti di bawah rata-rata nasional. Jadi angkanya itu kalau misalnya 4% UMKM-nya, KUR biasanya 2%,” ujar Gede.
Sedikit berbeda, Direktur Bisnis Mikro PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Supari membenarkan bahwa memang saat ini tren NPL KUR sedang naik. Ini sejalan dengan NPL UMKM yang sedang tinggi dalam beberapa waktu terakhir.
Ia menjelaskan ada beberapa hal yang menyebabkan kredit macet ini naik. Salah satunya yang sering dibahas adalah daya beli masyarakat turun dan berdampak pada omzet dari para UMKM yang ikut turun.
“Saya keliling ke Makassar sampai Padang itu memang omzet mereka turun sampai 40% hingga 60%,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia juga bilang adanya relaksasi semacam restrukturisasi itu memiliki dampak tidak disiplinnya nasabah untuk kembali mencicil. Di mana, ada perubahan sikap debitur yang pada akhirnya tidak melanjukan cicilannya.
Baca Juga: Meski NPL Membaik, Risiko Kredit Macet Tetap Mengintai Perbankan
“Relaksasi yang terlalu lama membuat mereka merasa tidak punya utang lagi dan tidak mau mencicil, pada akhirnya mereka berpikir biar pemerintah saja yang melunasi,” tambah Supari.
Oleh karenanya, dengan berbagai kondisi tersebut, Supari juga menyarankan agar bank-bank penyalur bisa melakukan perbaikan secara internal. Sehingga, bank-bank bisa bisa memiliki skema risk management yang dapat menghindari kasus-kasus seperti itu.