Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Jumlah pengusaha mikro di Indonesia sangat banyak dan terus bertambah. Akan tetapi, salah satu kendala bagi pengusaha mikro tersebut untuk terus berkembang adalah sulitnya akses permodalan.
Hal inilah yang menjadi kesempatan yang ditangkap oleh perusahaan rintisan (startup) layanan keuangan berbasis teknologi alias financial technology (fintech) Amartha. Fintech ini menyediakan layanan pembiayaan berbasis peer-to-peer lending.
"Segmen unbanked (masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan) di kampung-kampung struggle (bersusah payah) mendapat akses bank. Sektor informal tidak punya aset, cashflow (arus kas) tidak stabil dan bisnisnya musiman," jelas CEO dan pendiri Amartha Andi Taufan Garuda Putra di Pasar Santa, Jakarta Selatan, Selasa (7/3/2017).
Taufan menjelaskan, Amartha ingin membantu para pengusaha mikro ini agar memperoleh akses permodalan dan publik bisa memberikan pendanaan bagi mereka.
Adapun karakter pengusaha mikro tersebut dapat dilihat dari karakternya, antara lain kegigihan untuk mengembangkan usaha dan kemauan untuk membayar angsuran.
Amartha menyediakan platform website untuk peminjam dan pemberi pinjaman secara online. Pemberi pinjaman bisa mengakses informasi mengenai peminjam secara menyeluruh, antara lain peruntukan pembiayaan, latar belakang, hingga skor kredit yang dimiliki.
Saat ini Amartha sudah menjangkau lebih dari 200 desa, rata-rata di Jawa Barat dan Banten. Hingga kini Amartha sudah menyalurkan pembiayaan lebih dari Rp 68 miliar kepada sekitar 28.000 pengusaha mikro perempuan dengan tingkat gagal bayar mencapai nol persen.
Para pemilik dana yang ingin menyalurkan dananya melalui Amartha bisa menginjeksikan minimal Rp 3 juta dengan imbal hasil beragam, sekitar 10% sampai 15%.
Adapun peminjam bisa meminjam dana berkisar Rp 2 juta hingga Rp 10 juta dengan tenor tiga bulan hingga setahun, angsuran biasanya dibayar mingguan. "Amartha menarik fee (biaya) dari lender dan borrower. Range antara 5% sampai 10%," jelas Taufan.
Risiko Pembiayaan
Terkait risiko pembiayaan, Amartha memiliki skema tanggung renteng. Peminjam membentuk kelompok antara 15 orang sampai 20 orang, sehingga ketika ada satu peminjam terindikasi gagal bayar, maka yang lainnya menanggung.
"Kami menjaga kedisiplinan mereka dan mencoba se-transparan mungkin. Sampai saat ini, percaya atau tidak, tingkat gagal bayarnya nol persen," tutur Taufan.
Sekadar informasi, Amartha baru saja menerima suntikan modal dari Mandiri Capital Indonesia (MCI). Dengan suntikan modal ini, Taufan menyatakan pihaknya menargetkan bisa memperluas bisnis ke seluruh Pulau Jawa.
(Sakina Rakhma Diah Setiawan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News