kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.088.000   -7.000   -0,33%
  • USD/IDR 16.416   -76,00   -0,46%
  • IDX 7.835   86,88   1,12%
  • KOMPAS100 1.097   12,72   1,17%
  • LQ45 801   6,49   0,82%
  • ISSI 267   3,17   1,20%
  • IDX30 416   3,48   0,85%
  • IDXHIDIV20 482   3,34   0,70%
  • IDX80 121   0,91   0,76%
  • IDXV30 133   1,08   0,82%
  • IDXQ30 134   0,88   0,66%

Tanpa Tambahan Dana Rp 200 Triliun, Likuiditas Bank Baik-Baik Saja


Jumat, 12 September 2025 / 13:38 WIB
Tanpa Tambahan Dana Rp 200 Triliun, Likuiditas Bank Baik-Baik Saja
ILUSTRASI. Kemenkeu berencana menebar likuiditas ke enam bank milik negara yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, BSI, dan Bank Syariah Nasional (BSN).


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Layaknya menyebar garam di lautan, istilah itu bisa menggambarkan rencana pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan yang berencana menebar likuiditas ke perbankan. Likuiditas tersebut berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 200 triliun yang sebelumnya ditempatkan di Bank Indonesia (BI).

Adapun, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bakal menyebarkan dana tersebut ke enam bank milik negara. Di antaranya adalah Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Syariah Indonesia (BSI), dan Bank Syariah Nasional (BSN).

Nah, jika menilik kondisi likuiditas perbankan sendiri, rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) industri per Juli 2025 berada di level 86,54%. Di mana, itu sudah lebih longgar dibandingkan posisi Desember 2024 yang bisa mencapai 88,62%.

Di periode yang sama, rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing 119,43% dan 27,08%, masih di atas threshold masing-masing 50% dan 10%.

Baca Juga: Kemenkeu Guyur Rp 200 Triliun ke Enam Bank Himbara, Ini Rinciannya

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae pun mengungkapkan rasio LDR yang berada di kisaran 80% menunjukkan kondisi likuiditas bank ini termasuk masih memadai.

“Sebetulnya dilihat dari kondisi seperti ini pun kita melihat bahwa nothing to worry lah, LDR juga ya masih sekitar 80% bisa dikatakan masih dalam kondisi normal,” ujar Dian kepada Kontan, belum lama ini.

Ia bilang bahwa saat ini kredit yang melambat lebih dikarenakan permintaan kredit yang memang tertahan ditambah risiko yang meningkat.

Dian menilai saat ini ada beberapa industri yang sejak Covid-19 belum benar-benar pulih. Kondisi tersebut semakin tertekan dengan daya beli yang mungkin sedang lesu, mengingat kredit perbankan kebanyakan dari sektor rumah tangga.

“Kita lihat nanti nih, bagaimana di kuartal tiga dan empat. Kalau misalnya memang terjadi permintaan yang meningkat, tentu kredit ini akan meningkat kan gitu,” ujar Dian.

Baca Juga: Bank Himbara Dukung Pembiayaan Program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih

Hal tersebut pun juga tercermin dari banyaknya likuiditas bank yang parkir di surat berharga. Dalam hal ini, ada kenaikan kepemilikan bank di Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritisasi Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Di SBN, kepemilikan bank per 10 September 2025 mencapai Rp 1.357 triliun atau setara dengan 21,25% total SBN. Padahal, posisi akhir 2024, kepemilikannya hanya sekitar Rp 1.190 atau 19,29% total SBN.

Kondisi hampir serupa terjadi pada SRBI

Kepemilikan bank secara nominal memang turun dari Rp 560,79 triliun menjadi Rp 549,76 triliun, seiring berkurangnya penerbitan oleh BI. Namun, dari sisi porsi, kepemilikan bank justru naik tajam dari 60,67% pada Desember 2024 menjadi 74,19% pada Juli 2025.

Kini, giliran menilik kondisi likuiditas yang bakal diguyur dana SAL. Ambil contoh, BNI yang memiliki LDR di level 86,2% per Juni 2025. Pelonggarannya cukup signifikan jika dibandingkan pada periode sama tahun lalu yang berada di level 94%.

Oleh karenanya, Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo bilang bahwa efektivitas kebijakan ini akan sangat bergantung pada aturan teknis dan implementasi lebih lanjut dari regulator. 

Menurutnya, ada beberapa aspek kunci yang memerlukan kejelasan. Dalam hal ini mencakup skema penempatan dana, tata kelola, jangka waktu, mitigasi risiko, serta prioritas penyaluran kepada sektor-sektor tertentu.

Baca Juga: Saham Bank Himbara Kompak Memerah, Peluncuran Kopdes Merah Putih Jadi Sentimen?

“Pada gilirannya diharapkan mampu mengoptimalkan fungsi intermediasi perbankan dalam menyalurkan pembiayaan kepada sektor-sektor produktif yang menjadi prioritas pemerintah,” ujar Okky.

Contoh lainnya mari melihat likuiditas di BRI sebagai bank dengan laba terbesar di Indonesia. BRI memiliki rasio LDR pada Juni 2025 berada di level 84,97%. Periode sama tahun sebelumnya, LDR BRI berada di level 86,59%.

Corporate Secretary BRI Dhanny pun juga akan menunggu lebih lanjut rencana pemerintah tersebut. Namun, ia memastikan BRI bakal terus terus berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

“Melalui penyaluran kredit secara prudent di sektor-sektor produktif serta melalui berbagai dukungan terhadap program pemberdayaan lainnya,” ujarnya.

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro pun mengungkapkan penempatan Rp 200 triliun di sistem perbankan akan menambah sekitar 2% dari posisi DPK saat ini, sehingga berpotensi mendorong pertumbuhan DPK menuju sekitar 10% YoY dan mengangkat pertumbuhan kredit di atas 7,03% YoY yang tercatat pada Juli 2025.

Ia pun menilai peningkatan dana di perbankan akan menurunkan suku bunga pasar uang antarbank dan spread PUAB, sekaligus meningkatkan volume transaksi pasar uang.

Selain itu, dengan likuiditas yang meningkat, transmisi kebijakan moneter menjadi lebih efektif dan kecepatan perputaran uang  berpotensi kembali ke level prapandemi, lebih dari 2,5, yang terakhir kali tercatat di tahun 2019.

Selanjutnya: Tabungan Haji BJB Syariah Tumbuh, Dana Mengendap Capai Rp124 Miliar

Menarik Dibaca: Ini Cara Mudah Pakai Kupon Voucher Promo Tiktok, Ikuti Langkah Lengkapnya di Sini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU

[X]
×